Love Season Episode 8

Cerita Gay Romantis dan Cerita Gay Sex di padukan ke dalam Cerita Gay Khusus Cowok yang berisi Cerita Gay Bergambar.

Episode sebelumnya :Ariel berhasil membawa Revan ke rumah Geri. Mereka berhasil memberikan surprise yang disukai Revan. Meskipun sempat terjadi sedikit ketegangan, tapi waktu bergulir dengan baik untuk Revan dan mengantarnya sampai ke depan kado pertama yang akan dia buka.

Love Season Episode 8


“Eitss,,, sebelum kadonya dibuka… Kalian harus keluar dulu. Tadi gw dengar ada kembang api malam ini.” Geri tiba-tiba memberi interupsi ketika Revan hendak membuka salah satu kado di ruangan itu. Revan menatapnya aneh. Sedikit seperti mempertanyakan apa yang Geri lakukan. Begitu pula dengan yang lainnya.


“Udah, Ayo! Ntar kelewatan looh…” ajak Geri sekali lagi. Teman-teman yang lain terlihat bingung. Tidak ada kembang api dalam rencana mereka. Maka muncullah satu suara lagi.


“Beneran, Ger?”

“Bener! Gw gk bohong. Bentar lagi nih, 5 menit lagi, Ayo!” ujar Geri menjawab pertanyaan Sinta. Tangannya sudah menarik lengan Revan. Revan sendiri Nampak seperti boneka yang tidak tahu ingin berbuat apa. Kebingungannya membuatnya melakukan semua yang diarahkan oleh teman-temannya. Seperti arahan Geri saat ini.

“Yaudah yuk, gw juga suka banget liat kembang api.” Sahut Sinta setuju.

“Kalau begitu kita semua ke halaman yuk!!” tambah Renata memutar badannya. Dan yah, mereka sekarang sudah berada di halaman belakang rumah Geri.

“Tunggu yah,,,” seru Geri dengan wajah berseri. Sambil menatapi arlojinya, ia mulai menghitung mundur.

“10,,, 9,,, 8,,, 7,,, 6,,, 5,,, 4,,, 3,,, 2,,, 1,,,!” DOOR! Shuut... ptrtptrtptrt… Door!! Shuut… ptrtptrtptrt… shuut… Door ptrtptrtptrt…

Kembang api yang cantik pun melesat bagai roket ke udara. Suara, warna, dan namanya entah kenapa kembang api terasa begitu indah. Rasanya menyenangkan melihatnya. Sekitar 5 menit mereka mengagumi keindahan kembang api itu. Senyuman tergambar di wajah muda-mudi itu.

“Yeay!” sorak Renata kegirangan.

“Tuh, apa kan gw bilang, rugi kalau gk nonton!” Geri terlihat bangga. Ia merasa senang bisa sangat hebat hari ini. Ya, karena kebahagiaan teman-temannya juga merupakan hasil kerja kerasnya.

“Yeay! Thanks yah, Ger! Udah ngasih tahu kita kalau ada kembang api cantik malam ini. Jadi makin indah deh malam ini.” Ucap Sinta ikut senang. Yang lainpun mulai berisik sendiri mengomentari kembang api mana yang paling cantik dan paling mereka sukai. Sementara itu Ira mencoba mencari cara mendekati Revan yang berdiri tidak jauh dari Geri. Dan Ariel? Ariel berada tepat di belakang mereka berdua. Menyaksikan langkah demi langkah Ira yang mencoba mendekati laki-laki yang entah bagaimana bisa ia sukai dengan hati yang sedikit demi sedikit ikut sakit.

“Van?” Ira memanggil Revan dengan suara sedikit berbisik. Ariel yang merasa tak tahan, dengan sedikit mulai menjauh dari posisinya tadi. Tanpa ia sadari tingkahnya itu dilihat oleh 2 pasang mata. Tingkah aneh yang menggambarkan kecemburuannya. 

Sementara itu, Revan mengikuti arah sumber suara yang memanggil namanya. Maka didapatinya Ira yang menatapnya dengan sedikit mendongak. Tubuh Revan yang tinggi juga membuatnya harus sedikit menurunkan pandangannya. Mendapat tatapan langsung dari Revan seperti itu, Ira tak kuasa menahan wajahnya yang mulai memerah dan kepalanya yang spontan tertunduk. Ia mencoba menenangkan dirinya agar degupan jantung dan getaran tubuhnya tidak begitu terlihat. Tentang apa yang akan ia lakukan membuat ia memang pantas menjadi sangat gugup. Ia sedikit menggigit bibirnya untuk mengumpulkan keberanian dirinya, lalu…

“Gue,,,” ucapannya tertahan. Telunjuk Revan di sana. Menempel dan mengunci bibir seksi milik Ira. Ira? Lututnya hampir roboh. Ia hampir mnjatuhkan dirinya sendiri. Jantungnya? Tidak usah ditanya lagi. Tanpa mereka sadari teman-teman yang lain sudah memperhatikan mereka, termasuk Ariel. Dia,,, dia langsung memalingkan wajahnya. Berpura-pura bahwa ia tidak pernah melihat kejadian itu. Dan pergi jauh entah kemana.

“Ssst,,” desis Renata mengingatkan teman-temannya agar mengacuhkan kedua orang tersebut. Dan yah, semuanya tahu apa yang sedang terjadi di sana.

Saat mata-mata yang memandangi mereka sudah berpaling. Revan mulai melepaskan jarinya dari bibir Ira. Ira terlihat membisu dan salah tingkah. Lalu secepat kilat Revan menggenggam erat tangannya. Jantung Ira kembali berpacu menyaingi kecepatan kereta. Kali ini Revan meletakkan secarik kertas. Kertas itu adalah sobekan buku tulisnya. Entah bagaimana ia bisa begitu percaya diri. Tapi dia benar, akan ada saatnya para gadis mengutarakan perasaan mereka kepadanya. Dan Revan tahu bagaimana cara menjawabnya dengan baik.

Ira menatapnya bingung. Ia ingin tahu kertas apa yang sedang ada di tangannya itu. Tapi Revan tak membuka mulut, ia hanya memberi isyarat agar Ira segera membuka kertas itu sendiri.

“Dalam kertas ini ada harum dari mawar yang kurawat. Anggap ini sebagai penggantiku, karena kau harus tahu bahwa hatiku sudah dimiliki.” Emm.. seperti ada yang menusuk ke dalam hatinya, Ira hampir menangis merasa sakit. Sakitnya patah hati. Ia berjuang keras agar bibirnya saling berkaitan atas dengan bawah. Menutup erat mulutnya yang hendak melepas suara tangisnya. Suara yang tak mungkin ia perdengarkan pada orang lain itu. 

“Kita masih teman, kan?” bisik Revan menggenggam kedua tangan Ira dengan hangat. Lalu ia mendekatkan tangan Ira ke bibirnya. Orang yang akan melihat hal itu tentu akan mengira bahwa Revan sedang akan mencium tangan tersebut. Tapi nyatanya, dia hanya mengalirkan udara hangat dari mulutnya ke tangan lentik milik Ira. Tidak lebih dari sekedar menghangatkan. Revan hanya mencoba mengembalikan kekuatan Ira yang mungkin hilang beberapa saat lalu. Ira pun mengangguk. Ya, karena dia gadis yang kuat. Jangan lupakan itu.

“Yaudah, kita masuk yuk!” ujarnya sambil terus menggenggam tangan Revan. Genggaman itu, kini harus ia sebut sebagai bukti persahabatan yang kokoh, bukan lagi sebuah tanda cinta seperti yang ia hayalkan.

“OK!” merekapun masuk ke dalam, kemudian teman-temannya langsung berhambur mengikuti mereka.

-Di rumah Geri -

Semuanya senyap. Hening. Dan tegang.

“Apa-apaan ini?” ucap Geri tak mengerti. Hatinya hancur seperti pemandangan di depannya. Semua orang terkejut. Tak ada yang menyangka akan seperti ini jadinya. Siapa yang melakukannya? Apa maksudnya? Apa yang dia inginkan? Suasananya menjadi dingin dan mencekam, seakan ada bahaya di sekitar mereka. Geri langsung ambruk. Ia berlutut di hadapan pemandangan itu. Sedangkan Revan mulai melangkah. Ia memutar matanya ke seluruh daerah di hadapannya. Ia mencoba meresapi pemandangan tersebut. Mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Saat ia semakin dalam dan mengerti situasi ini,,

“Tek,, Tek,, Tek,,” Tiba-tiba terdengar suara langkah dari toilet Geri. Suasana yang hening saat itu membuat suara langkah kaki itu begitu kontras. Semua mata kini menatap ke arahnya. Menunggu sosok yang datang dari sana. Tek…

Ariel keluar dari balik tembok yang membentuk garis itu. Huft… hembusnya berat sambil membersihkan pakaiannya yang sedikit basah. Seragam sekolah dan jaketnya entah kenapa bisa basah. Perlahan ia mulai sadar bahwa semua mata menatapinya. Termasuk Revan.

“Ehm.. ke,, na,, p,pa?” ucapnya terbata. Ia salah tingkah. Ia ketahuan. Bingung, gugup, ia salah tingkah. Yah,,, tapi tak satupun dari mereka yang menjawab. Semua orang hanya menatapnya aneh dan curiga. Ia sadar ia sedang dicurigai, tapi kenapa? Ia mempercepat langkahnya. Wajahnya, matanya menyipit. Ia tak suka dipandang seperti itu. Mata mereka yang memandangnya juga sama sipit dengan matanya sekarang. Ia merasa risih. Tak lama, ia sampai di dekat Revan. Ia merasa telah sampai ke tempat di mana dia mungkin bisa berlindung diri. Revan sebagai bentengnya. 

“Van, kenapa? Kok kalian liatin gw kayak gitu sih?” ucapnya tanpa melihat suasana di sekelilingnya. Ia bahkan tak menatap wajah Revan saat bertanya. Dan saat ia melihat ke wajah Revan, bahkan Revan sedang menatapnya dalam. 

“Van?” ucapnya lagi tak mengerti. Melihat Revan tak menjawab, ia memutar tubuhnya. Seakan ada sesuatu yang berebeda dari yang sebelumnya yang menarik tubuhnya untuk melihatnya. Oh Tuhan, kini ia sadar apa yang terjadi, alasan semua orang menatapnya.

Semua kado di sana sudah berantakan. Ia kaget, tentu saja. Dalam waktu secepat itu semua kado itu sudah tidak tersusun rapi seperti sebelumnya. Ada yang sudah terlempar jauh, ada yang pembungkusnya penyok-penyok, ada yang pembungkusnya sudah rusak tersobek-sobek, seprti diinjak-injak, bahkan ada yang kadonya sampai keluar dan rusak. Ada juga yang sedikit terbakar. Ada pemotong rumput dan korek api di sana. Bagaimana mungkin mereka mencurigai Ariel?

“Lo darimana?” ucap Geri bangkit. Ia seakan menantang Ariel. Revan menatapnya kosong. Jikapun Ariel tak bersalah, ia hanya perlu membiarkannya. Membiarkan Ariel membela dirinya sendiri. Ariel terlihat panik, ia bingung mengatasi semua ini. Revan hanya bisa menatapnya iba.

“Gue,, gue,, gu, gue abis dari kamar kecil.”
“Ngapain Lo di sana?

“Yah,,,” Ariel berhenti. Ia berpikir. “Jika kukatakan yang sebenarnya, mereka akan tahu perasaanku pada Revan bagaimana. Tapi,,,”

“Kenapa diam?” Bentak Geri menghentikan alur pikirannya.

“Emangnya kalau orang ke kamar kecil biasanya ngapain menurut Lo?” Balas Ariel dengan nada suara yang ditinggikan. Ia harus terlihat yakin agar orang-orang tidak mencurigainya.

“Hmh…” Geri mendengus meremehkan jawaban Ariel.

“Gak ada orang lain selain lo yang ke sini, Riel!” ujarnya lagi. Teman-teman yang lain melihat mereka dengan tegang. Mencerna kata-kata dua pria itu, untuk membuktikan siapa yang benar.

“Gw gk percaya Ariel pelakunya.” Ucap Revan akhirnya angkat bicara.

“Tapi, Van,,” kembali Ira mencoba menyanggah. 

“Dia sahabat gw, Ra! Lo juga!” bantah Revan kembali menguatkan pendapat awalnya. Hal ini sekaligus memberitahu semua orang bahwa Ira ditolak. Cintanya bertepuk sebelah tangan. Dan Ariel juga menangkapnya. Segurat senyum di wajahnya pun tanpa sadar menunjukkan diri.

“Terus siapa?” ujar Geri kembali masuk.

“Klo bukan Ariel siapa lagi?” tangannya bergerak seperti meminta jawaban. “Yang gk ada di halaman tadi siapa lagi klo bukan Ariel?” Lanjutnya semakin menjadi.

“Tunggu!” sebuah suara menengahi.

“Ger, tadi bukannya Elo yang ngajakin kita ke halaman?”

“Kenapa emangnya?” jawab Geri heran. Matanya menajam penasaran menatap Ira. Sepertinya Ira mulai mencurigai seseorang yang lain. Tapi bukan Geri.

“Lo yakin gk punya maksud lain ngajakin kita keluar?” ucap Ira menantang. Alisnya diangkat sebelah membuat Geri sedikit kesal.

“Maksud Lo?” tidak hanya Geri. Renata, Sinta, dan teman-teman yang lainpun mulai berpikir keras. Kecuali Ariel dan Revan.

“Acara kembang api itu gak ada di rencana, Ger!” Geri memicingkan matanya. Ia terus berusaha memutar kata-kata Ira berulang-ulang di kepalanya agar ia dapat memahaminya. Dan sreek..

“Iya, bukan lo yang rencanain ini tapi Sinta. Makanya tadi dia bantuin lo buat bawa kita keluar. Iya kan, Sinta?” Geri yang ingin angkat bicara lagi-lagi keduluan. Keduluan oleh Ira yang menuduh Sinta.

“Hello,, apa-apaan nih? Main nuduh-nuduh aja. Gw kan tadi di sana juga. Sama kalian. Kapan gw punya waktu bwt ngerusak semua ini?” Sinta membantah. Tentu saja ia tak terima dituduh seperti itu.

“Oh iya, harusnya kan elo yang patut dicurigai. Lo yang bikin rencana untuk semua ini. Siapa tahu lo udah nyiapin rencana lain klo Revan nolak elo!” tambahnya dengan semangat. Ia berhasil mengembalikan rudal Ira kembali ke pengirimnya.

“Jangan asal ngomong lo, yah!” Teriak Ira menunjuk Sinta.

“APA?! Mau Apa Lo!!” balas Sinta ikut berteriak.

“Eh Eh Eh,,!!” Renata menengahi mereka. Revan memegangi Ira. Dan Sinta dipegangi oleh teman-teman yang lain. Semua orang menegang. Acara yang hangat tadi kini berubah berantakan seperti ini. Saling menyalahkan satu sama lain, sedangkan seseorang di luar sana tak terlihat di tengah kegelapan. Menatapi mereka sambil tersenyum puas.

Kring.. kring.. Teet,, teet,, Gluk Gluk.. Tenoneno.. Tenoneno.. peet.. nggr… suara dering dan getar handphone tiba-tiba silih berganti saling bersahutan di ruangan yang tengah diselimuti kabut ketegangan itu. Secara serentak mereka mendapatkan pesan masuk.

“Dear Revan! Gw mau ucapin Happy Birth Day bwt Lo! Happy Birth Day sayang!?” Duar..!!
Tiba-tiba sebuah kotak kado mengeluarkan suara ledakan. Tak begitu keras, tapi cukup mengagetkan sekaligus mendebarkan. Semua perhatian tertuju pada benda itu. Sebuah kado yang dibungkus dengan kertas hitam.

Teet,, teet,, Handphone Revan bergetar lagi.

“Itu kado dari gw, Van. Semoga lo suka.!” Revan membaca pelan. Matanya menatap nanar ke arah tulisan di ponselnya.

“Siapa, Van?” ucap Ira khawatir. Sementara itu Ariel masih tak punya suara.

“Siapa yang punya kado ini, Ger?” Tanya Revan diikuti rasa penasaran seluruh isi ruangan. Apa yang akan keluar dari mulut Geri? Tidak mungkin Ariel, kan? Revan tetap melangkah mendekati kado itu. Rasa penasaran menuntutnya berbuat demikian. Nampaknya ledakan tadi tidak merusak isi kadonya. Hanya untuk merusak sebagian pembungkusnya saja. Revan mengeluarkan isinya. Semua orang hanya bisa tercengang melihatnya. Ada sebuah boneka laki-laki berlumuran darah di sana. Dan di bawahnya ada sebuah kain putih polos yang seprtinya sudah ditulisi. Revan mulai membukanya tanpa ragu. Perlahan,, Darah? Tulisan di kain itu juga menggunakan darah? 

Semua orang kini sudah tak ditempatnya lagi. Mereka sudah lama berdiri di belakang Revan. Saat Revan membuka kain itu seluruhnya, betapa buruknya ekspresi yang mereka tunjukkan. Hanya Geri dan Ariel yang masih diam di tempatnya.

“I LOVE YOU REVAN! I LIKE YOU! I WANT YOU! I NEED YOU! DON’T HATE ME!” surat itu hanya menuliskan itu. Tulisan dengan darah yang sudah sedikit kering namun lengket.

“Ger, lo bisa jawab gw kan?” sahut Revan melayangkan pandangannya ke arah Geri. Suaranya rendah. Tapi tidak bisa ditutupi kenyataan akan kegusarannya. Bola mata indah milik Ariel pun berputar ke arah Geri, sama seperti yang lain.

Dan satu orang di luar sana sedang berseringai dengan puasnya. “Doni. Itu kado yang Doni kasih.” Bruk…

To Be continued…

Apakah Doni Gay juga? Wkwk.. Nantikan kelanjutannya segera yah.. :D Heheheh,, tapi kok Revan terus sih yang diperrebutkan? Hadeh,,, :D BTW, maaf yah karena aku telat balik ke sini. Maaf banget teman-teman.. So Now, Please tell me bagaimana tulisanku. Sepertinya tidak ada perkembangan yah.. Maaf sekali lagi. Jangan lupa komentar yah ;) Ohya, buat yang sudah sempat-sempatin berkomentar, aku ucapin makasih banyak, mau itu isinya kritikan atau sekedar tanda tanya, aku terima semua itu kok. Aku juga bersyukur karena view kalian sudah sampai rata2 1200an perhari untuk bulan ini. Thank you so much. :)

Subscribe to receive free email updates:

10 Responses to "Love Season Episode 8"

  1. Wow klo ini seru banget episodenya. Lanjut dong

    ReplyDelete
    Replies
    1. Siip Gan, thanks yah.. Jadi semangat belajarnya nih.. :D

      Delete
  2. ceritanya bgus bgt. jdi penasaran episode k 8 nya....
    cpetan y episode 8 nya,gk sbar lgi buat bcanya...

    i like it

    ReplyDelete
  3. ceritanya bagus banget.
    gk sabar lagi nunggu lanjutannya...
    penasaran episode ke 9 nya,..
    cpetan yah episode ke 9 nya,gk sabar lagi buat bacanya,jadi penasaran...

    ReplyDelete
  4. Lanjutannya mana nich min?

    ReplyDelete
  5. Kerreen ceritanya,d tunggu lanjutannya...jgn lama2 donk

    ReplyDelete
  6. Admin,ceritanya seru banget ,tapi gue nyaranin agar skenarionya lebih banyak mengarahkan ke revan dan ariel,oh ya,sambungan episode 8 nya tulis lebih cepat ya dan kabarin gue kalo udah selesai nih email gue
    gmail: daudstars56@gmail.com
    yahoomail: daudstars56@yahoo.com

    ReplyDelete
  7. Weh-weh nemu cerita boyslove akhirnya..... cuma numpang baca plus coment,,,, jangan lupa mampir ya di me blog kebanyakan tentang boyslove fiksi di www.suryakepo.blogspot.com :) dijamin seneng deh bacanya....

    ReplyDelete
  8. Boleh minta contact perdon atau medsos adminnya gak? Soalnya mau contact adminnya. Terima kasih ^^

    ReplyDelete