Snake Man Romance


"Snake Man adalah sebutan kami untuk bangsa siluman ular. Katanya, di pulau ini terdapat sisa bangsa yang hampir punah itu. Awalnya aku hanya iseng-iseng buka foto-foto di laptop kakakku. Saat itu aku menemukan sebuah foto ajaib dimana kakakku yang sudah 1 tahun menghilang ini digendong oleh seorang snake man. Dalam foto itu tampak wajah kakak yang sangat bahagia digendong oleh si snake man yang tak berkaki itu. Dan dimulailah pencarianku.” Damar.
 
Damar masih berjalan. Langkah kakinya sudah terlihat berat. Panasnya terik matahari sepertinya agak mengusiknya. Namun, apa mau dikata, ia masih setia berjalan demi 1 tujuan yang ada di dalam hatinya. Sesekali ia menghentikan langkahnya dan menengok ke belakang di jalan panjang nan sepi itu. Harapannya ada kendaraan yang melintas. Tapi sejak tadi dia selalu sendirian di jalan yang lumayan lebar itu. Kecewa melihat keadaan yang tak berpihak kepadanya membuat ia merasa haus.


“Ah..” desahnya setelah meneguk sebagian dari sisa air minumnya yang tak banyak lagi.


“Kapan aku akan sampai kalau begini. Ini juga pulau gk ada penghuninya apa yah. Padahal ada jalan besar gini.” Ia menggerutu sendirian. Tak adil baginya jika ia sudah sejauh ini hanya untuk menemukan seseorang. Kakaknya hilang selama 1 tahun terakhir. Boleh jadi kakaknya masih hidup, karena 1 tahun yang lalu kakaknya juga pernah pergi lama sampai kira-kira 9 bulan dan kemudian pulang lagi selama sekitar 1 bulan. Setelah itu, menghilang hingga sekarang.


Piip!! Piip!!

“Hei!!” teriak Damar melambaikan tangannya. Ada sebuah mobil yang tengah melaju dari belakang dan membunyikan klaksonnya. Ia bahkan tak memikirkan kenapa orang-orang itu membunyikan klaksonnya.


Duar!! Tembakan? Sebuah tembakan melayang ke arahnya. Seseorang dari atas mobil itu menembakkan pelurunya tanpa ragu ke arahnya.


Piip!! Piip!! Duar!! Duar!! Duar!! Semuanya riuh tak terkendali. Damar tak berkutik. Ia terlalu shock sampai tak bisa berdiri tegak. Kakinya langsung menumbangkan dirinya sendiri. Sementara suara riuh klakson, dan tembakan masih membabi buta di luar sana. Tak terhitung menit ia sudah pingsan di pinggir jalan itu.


“Hey, kamu sudah bangun?” ucap seorang pria bertubuh besar dan tampan yang baru saja masuk ke tendanya.


“Kita di mana?” ucap damar masih setengah sadar.


“Kita sedang berkemah.” Jawab pria itu santai sambil menggulung-gulung sesuatu yang terlihat seperti kabel.


“Iya, aku tahu kita sedang berkemah. Tapi kemah di mana? Ah..” pekiknya kesakitan. Mendengar pekikannya, pria tampan itu berhambur ke arahnya.


“Kamu gk apa-apa?” Wajahnya terlihat khawatir. Seakan-akan ada sesuatu yang akan hilang jika terjadi apa-apa pada Damar. Sontak, Damar yang mendapat perlakuan special dari pria tampan itupun memerah. Bukan apa-apa, tapi wajah pria itu terlalu dekat. Terlebih karena saat ini pria itu sedang memegang kepalanya. Perlahan pria itu mengangkat sedikit dagu lancip miliknya dan mendengus agak keras ke leher halusnya. Terlalu sayang untuk didorong dan diakhiri. Tapi,,


“Maaf. Apa aku terlalu dekat? Aku,,, aku khawatir. Kau tahu? Tadi lehermu digigit.” Ujar pria itu tidak karuan. Ia terlihat gugup. Kata-katanya juga aneh.


“Digigit?” ucap damar tak percaya. Ia penasaran maksud kata digigit itu apa.


“Iya. Saat aku menembak, seorang snakeman sudah berhasil menggigitmu.” Terang pria itu.


“Apa? Jadi tadi kamu yang menembak ku?” teriak damar mengejutkan pria besar yang sekarang tampak ciut itu. “Ah.. kok sakit banget yah..” Pekik Damar lagi sambil memegang lehernya.


“Iya, aku yang menembakmu. Tapi tolong jangan berteriak. Nanti kamu akan kesakitan lagi. Kami sudah memberikan kamu obat. Tapi itu tidak akan bekerja kalau kamu terlalu sering berbicara. Sebagai gantinya, aku akan menceritakan kejadiannya. Bagaimana?” kelihatannya pria ini benar-benar berbeda dari penampilannya yang super duper cool. Baju boleh jaket kulit, tapi suara tetap seperti bulu angsa. Halus sekali. Menyadari hal itu, akhirnya Damar memilih untuk mendengarkan cerita pria itu. Ia mengangguk pelan. Berusaha agar tidak menyakiti lehernya sendiri.


“Baiklah. Jadi tadi siang, waktu kami melihat kamu, kami mengira kamu bukan manusia.” Mulai pria itu membuat damar membelalakkan matanya.


“Tunggu dulu. Tapi kami sadar, penampilan kamu tidak seperti mereka. Dan itu terbukti dengan kehadiran salah seorang dari mereka yang tiba-tiba ingin menyerang kamu. Makanya kami membunyikan klakson. Sayangnya itu tidak mempengaruhi kamu.” Lanjutnya. Ia menarik nafasnya sambil melihat ke arah mata damar. Tanpa membiarkan damar berbicara, ia pun melanjutkan.


“Kamu tidak bisa melihatnya ataupun merasakannya. Bahkan bekas gigitannya di leher kamu tidak ada.”


“Lalu bagaimana dengan kamu. Kenapa kamu bisa melihatnya?” akhirnya damar mulai bersuara. Sepertinya ia sudah tidak tahan memendam kata-katanya. Sedangkan pria itu mulai membuang kasar nafasnya sendiri.


“Aku kan sudah bilang. Dengarkan saja. Aku akan menceritakan semuanya.” Bantah pria itu membuat damar kesal. Tapi untungnya damar masih mematuhinya.


“Dulu di sini ada perkampungan. Perkampungan itu awalnya tidak disentuh oleh para snakeman. Justru para snakeman merasa takut sebelumnya. Mereka belum pernah melihat manusia yang tak bisa berubah menjadi ular seperti mereka. Dan lagi, bangsa snakeman biasanya lebih waspada terhadap orang baru. Mereka tidak akan menyerang sampai benar-benar yakin kalau mereka akan menang.” Damar memicingkan matanya. Ia masih belum mendapatkan jawaban dari pertanyaannya. Namun pria itu masih setia melanjutkan ceritanya.


“Hingga suatu hari, seorang snakeman tiba-tiba muncul dengan tubuh ularnya di tengah-tengah masyarakat itu. Ia berniat untuk bertanya kepada para manusia itu, apakah mereka bisa berubah seperti dia? Dan kenapa juga manusia-manusia itu tak bisa melihat wujud aslinya pada keadaan biasa? Ternyata jawabannya adalah karena mereka berbeda. Akhirnya masyarakat yang takutpun mengeroyokinya dengan senjata ampuh mereka sampai snakeman itu babak belur. Hebatnya, snakeman itu berhasil pulang.” Kemudian pria itu berhenti sebentar. Seperti membayangkan sesuatu.


“Lalu?” ucap damar menghentikan kegiatannya. Setelah imajinasinya membuyar, pria itu kembali melanjutkan.


“Terjadi perang besar-besaran. Manusia melawan snakeman dengan menggunakan garam. Hal yang paling ditakuti oleh snakeman. Namun dari seluruh masyarakat, ada banyak orang yang tidak melihat sosok asli snakeman itu. Jadi banyak juga yang tidak bisa melihat lawannya saat peperangan. Itu karena manusia hanya akan bisa melihat snakeman jika mereka sudah pernah melihat sosok asli snakeman sebelumnya.”


“Tunggu. Jadi maksud kamu, saat snakeman berubah ke tubuh aslinya, mereka bisa memilih untuk menunjukkan maupun menyembunyikan dirinya?”


“Tepat sekali.” Jawab pria itu lagi.


“Jadi kamu pernah?” Tanya damar dengan wajah terkejutnya. Ia benar-benar tertarik pada banyak hal sekarang.


“Arga! Kamu sudah selesai?” Tiba-tiba seorang bapak tua masuk membawa sebuah senjata api laras panjang. Itu membuat Damar terkejut. Bapak tua itu sepertinya yang pria tampan itu maksud dengan kami dari tadi.


“Belum, Pak. Sebentar lagi.” Kini pria yang ternyata bernama arga itu pun gelagapan sendiri.


“Kamu sudah bangun, Nak?” ucap bapak itu sambil mendekati damar. Kata-katanya boleh terdengar ramah, tapi mimiknya asli kasar sekali.


“I,, iya pak.” Jawabnya agak kaku dan terbata.


“Kenapa kamu datang ke sini? Bosan hidup?” bentak bapak itu kasar. Damar benar-benar kesal, tapi ia tak berani menunjukkannya. Sementara arga sudah hilang entah kemana.


“Saya seorang penulis, Pak.” Jawab damar membuat bapak itu semakin garang.


“Itu tidak menjawab pertanyaan saya. Kamu tahu?” teriak bapak itu lagi. Kali ini bapak itu sedikit memalingkan wajahnya. Sepertinya bapak ini sangat kesal. Se berbahaya itukah di sini?


“Saya mencari kakak saya, pak. Namanya Sri. Dia seorang arkeolog.” Mendengar jawaban damar kali ini, bapak tua itu tak lagi kasar. Ia pun terduduk di samping damar. Tenda ini lumayan besar, sesuai dengan banyaknya barang yang mereka bawa. Merasa tidak ada jawaban, damar hanya berpikir untuk tenang. Ia mulai sadar di mana sekarang ia berada.


“Kita sedang berada di mana, Pak?” ucapnya ingin meyakinkan pikirannya sendiri.


“Markas penelitian khusus. Kamu sedang terbaring di dalam tenda kakak kamu.” Damar diam. Rasa penasarannya akhirnya tumpul. Jawaban bapak tua ini terlalu menjelaskan.


“Maaf, tapi kami tidak bisa berbuat apa-apa. Kami sudah berusaha keras. 2 tahun lalu, kami datang ke sini untuk pertama kalinya. Dan tanpa kami sangka, malam itu bangsa snakeman langsung menyerang kami. Hanya tersisa aku. Kakak kamu hilang dari semua jasad yang ada. Aku berpikir mereka membawanya. Tapi tidak, mereka justru kehilangan dia juga. Gadis itu ditolong oleh snakeman lain. Saat aku pulang, aku benar-benar kehilangan jati diriku. Namun setelah beberapa bulan, kakakmu datang dan membawa berita baik kepadaku. Di luar sana ada snakeman yang berhati baik yang menolongnya. Ia diajari banyak hal tentang snakeman oleh snakeman itu. Katanya mereka bersahabat. Lalu kami datang kembali untuk misi berikutnya. Sayangnya kali ini dia harus benar-benar mati. Itu semua karena..”


“Pak!” tiba-tiba arga menghentikan bapak itu. Sedangkan damar sudah tidak peduli dengan kelanjutan cerita itu. Kakaknya sudah mati. Dan itu pasti karena para snakeman itu.


“Pak, tunjukkan di mana para snakeman itu.” Ucapnya datar. Ia Nampak snagat terpukul. Wajahnya memucat cepat.


“Arga,, aku ingat wajah kamu. Kamu ada di dalam foto itu. Kamu sedang menggendong kakakku. Kamu..” Damar berhenti dengan sendirinya. Air matanya menetes. “Kenapa kamu gk jagain kakak aku?” Dengan cepat argapun mendekatinya. Ia memeluk damar dengan sangat erat dan ikut menangis. Sementara tangan damar tak henti-henti memukul punggungnya. Arga memeluk Damar. Bapak tua menangis sendiri. Malam itu habis untuk air mata mereka. Damar yang sebatang kara, bersama dengan seorang snakeman dan arkeolog tua.


“Aku akan memelukmu selama aku masih punya tangan.” Snakeman.



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Snake Man Romance"

Post a Comment