Cerita Gay Romantis dan Cerita Gay Sex di padukan ke dalam Cerita Gay Khusus Cowok yang berisi Cerita Gay Bergambar.
Episode sebelumnya : Ira sudah mulai menyerah untuk
menjalankan rencana surprise yang telah mereka persiapkan untuk Revan. Namun di
lain sisi, Ariel sedang berusaha keras untuk membawa Revan bersamanya ke acara
tersebut. Dapatkah Ariel melakukannya? Ada yang tahujawabannya? Hihi?
Sebelumnya Terima kasih untuk seseorang yang telah mau
capek-capek membaca cerita saya dan menyempatkan dirinya untuk mengomentari
cerita ini. (Meskipun komentarnya lumayan mengiris hati.. Tapi saya sangat
menghargainya, dan karena itulah saya mau melanjutkan cerita ini..) Jadi,
selamat menikmati.
Love Season Episode 7
Malam
yang sepi di rumah Ariel. Ia sendirian di kamarnya. Matanya bergerak membaca
isi pesan yang ditampilkan layar elektro kecil di tangannya. TAK..!!
matanya membulat besar seperti orang yang baru saja ditampar. Tak
tunggu lama, jari-jarinya kini mengambil alih layar ponsel itu. Ia menekan
cepat layar handphonenya beberapa kali lalu menempelkannya ke telinganya.
“Halo!
Revan? Darurat Van, bantuin gw pliss!!”
“Lo
kenapa?” terdengar suara Revan yang khawatir di seberang sana.
“Gw
tunggu Lo di depan rumah.” Ujar Ariel panik membuat revan semakin khawatir.
Revan
segera turun dan mengeluarkan motornya. Suara deruman motornya terdengar
nyaring di sepanjang jalan menuju rumah ariel. Sementara itu ariel sendiri
masih sibuk mengutak-atik handphonenya dan menekan-nekannya cepat dengan wajah
panik. Entah apa yang ada di dalam pikirannya saat ini.
“Bubar?”
teriak geri terkejut. Ia tak menyangka teman-temannya akan berkata seperti itu.
Namun ia hanya bisa pasrah, ia tak bisa memaksakan kehendak kepada
teman-temannya untuk terus melanjutkan acara yang tak jelas akan berhasil ini.
“Ok,,
tapi kalian yang ngomong ke anak-anak yah.. gw gk bisa.” Ucapnya frustasi. Geri
masih pasrah dalam keterpaksaannya. Hatinya berat atas acara hari ini. Renata
dan ira juga hanya bisa membalasnya dengan senyuman lemah, mencoba memberitahu
bahwa mereka mengerti perasaan geri.
“Iya,
kita ngerti kok. Maaf kita udah ngerepotin kamu.” Ira sedikit menunduk ketika
geri mengangguk pelan. Melihat suasana saat itu, ira dan renata mengerti bahwa
mereka harus membiarkan geri sendirian. Geri pasti akan mengikuti mereka ke
dalam. Tapi nanti. Ira dan renata pun masuk menemui teman-teman yang lain.
Ira dan
renata telah amblas termakan ruang, geri mulai berani mengangkat wajahnya. Ia
merogoh saku celananya untuk mengeluarkan handphonenya dan mulai
menekan-nekannya. Kali ini wajahnya tak se-berseri sebelumnya. Perlahan ia menarik
matanya dan membaca pesan masuk terakhirnya.
“Gimana
acaranya?” tanpa berpikir lagi, geri menuliskan jawaban untuk dikirimkan kepada
si pemilik nomor yang ia panggil sayang.
“Gk
sayang, katanya mau dibatalin. Soalnya yang ulang tahun gk dateng. Surprisenya
gagal.” Geri menarik dalam nafasnya. Mengumpulkan segala bentuk kekuatan yang
tersebar di udara malam ini. Mungkin akan cukup untuk menopang tubuhnya yang
kini terasa lemah tak berenergi. Teet.. Teet.. Pesan masuk lagi.
“Teman-teman!!
Kita ada pengumuman. Mohon perhatiannya sebentar.” Sahut ira di tengah-tengah
keramaian teman-temannya. Perhatian kini telah didapatkannya, ira siap untuk
bersuara lagi.
“Sebelumnya
gw minta maaf sama loe semua, karena udah ngerepotin kalian. Dan lagi-lagi gw
harus,,,” Teet..Teet.. handphone
ira bergetar di tangannya dan memotong kata-katanya. Perhatian semua orang kini
terpecah ke arah handphone itu. Ira segera mengangkat telepon itu. Wajahnya
terlihat sedikit kesal dan bingung.
“Halo?”
tuut.. tuut..tuut.. panggilan itu berakhir begitu saja tanpa ada jawaban dari
si penelpon. Teet,,Teet,, Kini sebuah
pesan masuk menyibukkan ira dengan mata dan wajahnya yang masih nampak kesal.
“Siapa, Ra?” pertanyaan itu tiba-tiba muncul
dari seseorang di antara mereka yang memperhatikan Ira. Lalu mulai tercopi ke
mulut-mulut lainnya.
“Ariel, kita mau kemana?” Revan berteriak di
atas motor besarnya yang melaju kencang itu.
“Di depan belok kiri, habis itu klo ada
pertigaan belok kanan. Klo udah masuk komplek,motornya dipelanin aja yah!”
jawab ariel ikut berteriak.
“Revan,,,” ucap ira tergantung. Senyuman puas
terpancar di wajahnya. Ia memandangi wajah teman-temannya seperti taman
bungayang sedang mekar. Sedangkan teman-temannya hanya menunggu kata-kata
selanjutnya yang akan ia ucapkan. Senyumannya kini semakin lebar.
“Revan bentar lagi nyampe. Ayo kita
siap-siap.”
“Hah?” teman-temannya terlihat terkejut
mendengarnya. Mereka langsung panik dan berlari pontang-panting kesana-kemari
untuk siaga di posisinya masing-masing.
“Ger!” sahut renata di halaman.
“Hah, iya?” jawab geri kaget. Ia segera
menyembunyikan handphone di tangannya dan mengantungkannya.
“Acaranya tetap jadi. Revan bentar lagi
nyampe ger!” renata dengan gembira mengabarkan hal itu kepada geri. Geri juga
nampak sangat senang mendengarnya.
“Ohya? Baguslah. Sekarang lo masuk aja
duluan. Gw nyusul bentar lagi.”
“Ok.” Balas renata kembali ke dalam rumah.
Secepat kilat geri kembali berkutat dengan handphonenya. Ia menulis pesan lagi.
Untuk orang yang dia panggil sayang dengan senyuman yang penuh di wajahnya.
“Semuanya siap sayang :)”
***
“Stop di sini, kita udah nyampe.” Ariel
menghentikan revan dengan motor besarnya di depan sebuah rumah yang sudah
gelap. Tanpa berkata apapun, ariel turun dari motor besar itu dan berlari ke
dalam rumah tersebut tanpa menghiraukan revan. Ia meninggalkannya tanpa berkata
apapun. Sekarang ariel sudah menghilang di balik pintu rumah, namun revan masih
berdiri di dekat motor besarnya. Ia bingung harus berbuat apa. Ia hanya bisa
berjalanmondar-mandir mengkhawatirkan ariel.
“Akhh..” tiba-tiba ariel berteriak dari dalam
rumah. Revan taklagi diam. Ia berlari secepat mungkin untuk bisa masuk ke dalam
rumah yang masih begitu gelap dan tenang itu. “Cklk..” suara pintu terbuka
berbunyi saat revan masuk ke rumah itu tanpa mengucap salam. Kini revan ada di
dalam rumah itu. Gelap dan hening. Sementara arielyang tadi berteriak juga
masih belum terlihat.
Tek.. Tek.. Tek.. suara langkahnya terdengar
jelas di tengah keheningan ruangan itu. Perlahan tapi pasti, revan masuk
semakin dalam.
“Ariel!?” revan menyahut pelan mencari sosok
sahabatnya yang masih tak unjuk gigi di telan keremangan.
“Nyalain lampu di sebelah kiri lo, Van!”
sahut ariel dengan suara panik. Revan menjadi ikut panik dan langsung mencari
tombol lampu ruangan itu.
Tek,,,
“SURPRISE…!!!!” Serentak semua orang menyorakkan
kata surprise dan membuat revan terkejut. Wajahnya kosong menanggapi ulah
teman-temannya. Pria dingin dan kaku itu baru saja diberi kejutan untuk ulang
tahunnya, tapi dia tidak tahu harus bagaimana. Wajahnya sama sekali kosong
tanpa isi. Melihat hal itu teman-temannya sedikit canggung, takut kalau revan
tidak suka pada kejutan yang mereka berikan. Hanya ariel, hanya dia sendiri
yang tersenyum lebar tanpa khawatir sama sekali kalau revan tidak akan suka.
Sementara itu revan masih setia dengan wajah kosongnya.
Perlahan
di tengah teman-temannya yang diam tanpa suara seperti revan, ariel melangkah
maju menghampirinya. Bahkan ira dan renata pun takut kalau revan benar-benar
tidak suka kejutan mereka.
“Woe!!
Loe itu baru dapat kejutan, muka lo kenapa bengong gitu?” ucapnya sambil
tersenyum. Kini ia hanya berjarak dua langkah dari revan yang masih terlihat
bingung. Dia bingung harus bagaimana menanggapi kejutan seperti ini. Hal yang
tak pernah ia dapatkan sebelumnya. Revan mengangkat wajahnya untuk melihat mata
milik ariel, mencoba menemukan jawaban dari kebingungannya. Ariel sedang
tersenyum ke arahnya, ke arah wajah bingungnya. Ariel yakin ia bahagia, matanya
berkaca-berkaca melihat kebingungan teman-temannya. Ada rasa haru di sana, ada
rasa sakit juga yang datang dari ibanya.
Ketika
revan menangkap matanya, revan tahu apa yang ingin ia lakukan. Ia melangkahkan
kakinya lebih dekat dengan ariel. BRUK,,,
dan kini revan memeluk ariel kuat tanpa menghiraukan orang lain yang ada di
sana. Teman-temannya yang tercengang dengan mulut setengah terbuka melihat
pemandangan asing itu. Ariel? Katakan saja ia sedang dilanda gempa besar.
Tubuhnya bergetar hebat. Darahnya mengalir deras kerena bahagia, haru, iba, dan
terkejut. Namun ia tetap tersenyum. Bahagia yang ada di dalam hatinya jauh
lebih besar dari apapun.
“Thanks,
Riel!” ucap revan haru sambil mengencngkan pelukannya pada ariel. Air matanya
mulai menetes dan membuat jalannya di atas kulit halus wajahnya. Tetes demi
tetes itu kini mengalir seperti sungai kecil di tengah salju.
Ariel
mengusap punggungnya sedikit. Ia ingin sekali rasanya lebih lama memeluk revan
seperti itu. Penuh perasaan. Namun ia sadar bahwa mereka ada di depan
teman-temannya yang akan segera berteriak protes terhadap drama persahabatan
mereka.
“Van,
ini semua bukan ide gw sendirian. Bahkan tadi gw sempat lupa karena lo ngajakin
gw keluar sampe gw sibuk main sama loe. Ini semua murni dari teman-teman, tapi
mereka sempat takut, takut lo gk suka. Tapi untungnya ada ira sama gw. Jadi
sekarang hapus air mata loe, dan kasih mereka senyum lebar. Happy BirthDay
yaah..!!” bisik ariel sedikit lama dalam pelukan mereka. Revan sempat terkejut
mendengar ceritanya, namun ia dengan cepat memahaminya. Ia mengerti harus
bagaimana sekarang. Segera ia melepaskan pelukan mereka sambil keduanya
menghapus air matanya.
Ariel
mengusap matanya mengeringkan sisa air matanya, dan berniat untuk membantu
revan mengucap kata terima kasihnya. Ia tahu siapa revan. Berkata terima kasih
pada orang lain selain dirinya bukanlah hal yang mudah bagi pria yang dikenal
acuh itu.
“Aaah..”
ucap ariel mencoba menarik perhatian.
“THANKS
SEMUANYA. Ah, SEKARANG LU SEMUA BISA LIHAT AIR MATA GW, YAHH, HARI INI GW
NANGIS. GW HARUS BILANG KLO GW GK TAU MAU BILANG APA KE LO SEMUA. YANG GW TAHU,
MESKIPUN ANEH RASANYA, BAIK BAGI GW, MAUPUN BAGI LO SEMUANYA,,, THANKS! THANKS
UDAH MAU CAPEK-CAPEK NGELAKUIN INI BUAT GW.” Semua orang tersenyum puas. Mereka
senang melihat reaksi revan yang begitu dalam mengharagai pemberian mereka.
Reaksi revan yang tidak acuh seperti biasanya. Ariel, dia menganga. Terlalu
terkejut. Hingga satu kata membangunkannya dari rasa tidak percayanya melihat
revan berkata seperti itu.
“HAPPY
BIRTH DAY REVAN!!” kata-kata itu dimulai oleh ira. Datang membanjiri revan dari
mulut-mulut lain. Kini mereka semua hanyut dalam suasana kenyamanan rasa saling
menghargai. Revan mendapat pelukan dan jabatan tangan dari teman-temannya. Kini
ia benar-benar jauh berbeda di mata teman-temannya. Perbedaan itu akhirnya
membawa kebahagiaan ke arahnya.
Meskipun
agak terlambat, akhirnya revan berhasil meniup lilinnya. Ia memotong kue di
tangan Renata. Kue besar itu kini telah terbagi menjadi puluhan potongan kecil.
“Potongan
pertama ini buat siapa, yah?” ucap salah satu orang dari mereka mengundang
sorakan dari yang lainnya.
“IRA!
IRA! IRA! IRA! IRA! IRA!...” sontak wajah ira memerah padam mendengar sorakan
teman-temannya. Revan melihat ariel, ia ingin tahu apa yang dikatakan olehnya.
“Ayo,
Van. Dari semua orang yang ada di sini, yang paling minat sama loe itu ira.
Udah kasih ke ira aja.” Sahut ariel membuat revan meringis. Seakan hatinya
diremas-remas. “Terus gimana sama lu? Lu gk suka sama gw?” ucap batinnya
meringis.
Tak
lama kemudian, revan berhasil mendekatkan sendok kue di tangannya ke mulut ira.
Sambil tersenyum manis, ira menyambut suapan itu dengan sangat bersemangat.
Balik lagi, kini ira yang bergiliran menyuapi revan. Meskipun agak canggung,
namun revan mau membungkukkan tubuhnya sedikit untuk menyambut suapan dari ira.
Dan, mau tidak mau ia harus tersenyum saat itu. Dan,,, Tebak siapa yang sedang
ngilu hatinya? Di sana ada ariel yang meremas seragamnya sendiri, tepat di
dadanya. “Kenapa gw harus sakit ngeliat lo senyum ke orang lain, Van? Kenapa gw
tadi nyuruh lo nyuapin ira klo ujungnya gw yang sakit hati? Tapi kenapa gw
harus sakit hati?” keluh batinnya seakan tak ingin berhenti.
“Lo
kenapa, Riel?” ucap geri melihat tingkah ariel yang seperti kesakitan itu. “Lo
sakit?” ucapnya lagi.
“Ah,, mag
gw kambuh.” Jawab ariel berbohong. “Ohh,, balas geri mengangguk.
“Van!!
Ini loh si Ariel minta disuapin juga.” Sahut geri tiba-tiba membuat ariel
kelabakan. Ia tak berpikir bahwa geri akan berkata seperti itu. Semua mata
menatap ariel sedikit heran, ada pikiran-pikiran bodoh yang muncul di sana.
“Aa,,
ah.. gk kok.. gw gk minta disuapin kok..” ariel berusaha membela dirinya.
Meskipun wajahnya tak mampu menghapus kecanggungannya.
“Iya,
bukan lo yang minta, tapi hati Lo.” Balas geri lagi. Ada apa dengan geri
sekarang? Ia sudah semakin percaya diri sekarang. Tidak seperti
kemarin-kemarin. Kata-kata geri lagi-lagi mampu mempengaruhi ekspresi wajah
setiap orang yang melihat mereka berdua, terutama ariel.
“Apa-apaan
sih, Ger.” Ucap ariel sedikit tidak suka. Bukannya marah, tapi ia hanya sedikit
mencoba menutupi rasa malunya.
“Kan lo
bilang tadi lo mag.” Balas geri lagi..
“Iya gw
mag. Jadi yang minta makan itu gk mungkin hati gw, ini namanya lambung, Ger.”
Ucap ariel sedikit kesal sambil menunjuk dadanya.
“Yaudah
sorry. Tapi gw bener kan, klo lo mau disuapin?” kembali geri membuatnya naik
pitam dengan ucapan dan senyum manisnya yang terasa menyindir.
“Mag
itu berarti gw mau makan, bukannya minta disuapin. Gw mau makan, makanan, bukan
suapan. Rese Lo.” Bentak ariel. Sontak bentakan itu membuat banyak mata
terbelalak. Tentu saja, mereka tidak pernah melihat ariel semarah itu. Ariel
juga bahkan tak pernah membentak orang sampai terdengar sangat kasar seperti
itu. Ariel sendiri sadar akan tingkahnya sekarang, tapi dia hanya bisa
melakukan hal itu, demi menutupi kecemburuannya yang mungkin akan tercium oleh
teman-temannya.
“Udah-udah..!
Nih!” ucap revan sigap menghampiri dua pria yang asyik berdebat itu. Tangannya
mengarahkan sepotong kue ke mulut ariel. Ariel menatap revan kesal, ia merasa
dipojokkan oleh tingkah revan yang seperti itu.
“Gw gk
mau disuapin, gw mau makan sendiri. Ini juga gara-gara lo, mag gw jadi kambuh.”
Ariel menggerutu. Ia memaki revan dengan wajah sangat kesal. Harus diakui kalau
wajar dia kesal. Keadaan saat itu membuatnya nampak menyedihkan. Dipojokkan
oleh teman-temannya.
“Makanya,
karena gw yang udah bikin lo mag, gw juga yang harus ngobatin lo. Nih makan!”
ucap revan masih menyodorkan sendok kue itu ke mulut ariel. Wajah dan senyuman
revan membuat ariel semakin kesal. Ia kesal pada situasi dimana dia dipojokkan
saat ini, dan ia juga muak pada perasaannya sendiri. Perasaannya yang
meluap-luap pada revan itu membuatnya merasa sakit sendiri. Bahkan saat dia
begitu kesal itu pun, ia masih ingin mencium bibir tipis revan yang
manyung-manyung di hadapannya.
“Rese
Lo!” makinya menampar wajah revan pelan. Semua orang terkejut melihatnya.
Terutama revan.
“Ger!”
teriak ira. Ira tentu saja tak mau diam saja melihat orang yang dia suka
ditampar semudah itu oleh orang lain. Melihat wajah ira seperti itu, ariel
mengerti. Seperti biasanya, selalu dia yang harus mengalah, selalu dia yang
berkorban.
“Lo
beneran marah? Tumben banget.” Ucapan revan membuat ariel tercengang, ia merasa
aneh dengan keadaan yang tidak karuan itu. Biasanya revanlah yang kesal, dan
dialah yang harus membujuknya. Kali ini, ketika dia marah, revan hanya
menanggapinya dengan candaan. Bahkan revan dengan sangat tenang tertawa kecil
di depannya.
“Ger,
mending lo minta maaf deh.” Ucap sinta. Teman-teman yang lainnya juga ikut
mendukung sinta. Ada pula yang membujuk ariel untuk meredam kekesalannya.
“Iya
Ger, minta maaf aja deh.. ariel kan jadi kesal. Ariel, maafin geri yah. Kita
juga minta maaf, klo mojokin kamu.”
“Iya
Riel. Jangan marah dong, masa kita lagi senang gini, kamu malah kesal-kesal
sendiri.”
“Iya
Riel.”
“Ger,
ayo minta maaf.”
“Riel,
maafin gw yah. Barusan gw Cuma bercanda. Gk tahu klo Lo bakalan marah. Jangan
marah yah.” Ucap geri mengulurkan tangannya.
“Udah
Riel, maafin aja.”
“Iya
Riel, gk usah ditanggapin serius. Geri Cuma bercanda kok.” Ariel yang salah
tingkah mendengar bujukan yang membanjiri udara di ruangan itu, akhirnya
meleleh dan menjabat tangan geri. Ia memang bukan tipe penyimpan dendam. Ia
lebih suka memaafkan, meskipun harus menempuh sedikit waktu untuk mengobati
sakit hatinya sendiri.
“Yeaa,
ariel udah beneran gk marah kan?” sahut renata gembira dan ariel hanya
mengangguk.
“Ok,
berarti sekarang suapan keduanya buat siapa?” sahut seseorang mengundang
sorakan dari yang lain.
“ARIIIIIIEL!!!!”
sorak semuanya serentak.
“Klo gk
mau, berarti itu tandanya ariel masih marah loh.. ayo Riel, makan aja.” Sahut
renata di antara teman-temannya.
“Ok,,
Ok..” kesah ariel pasrah. Revan pun berhasil menyuapinya sambil tersenyum puas.
Lalu ia melanjutkan dengan menyuapi teman-temannya yang lain.
Acara
makan-makan sudah selesai, kini saatnya mereka memberikan kado itu untuk revan.
Tanpa ada yang menyadarinya, seseorang dengan pakaian serba hitam yang menutupi
hampir seluruh tubuhnya itu sedang menonton kemeriahan mereka dengan wajah
sinis berisi senyum jahatnya.
“Van,
kita punya kado buat kamu.” Ujar ira semangat. Teman-teman yang lainpun ikut
semangat mengiyakan kata-kata ira. “Ger! Sahut Ira ke arah geri yang sedang
berdiri di dekat sebuah gunungan barang yang ditutupi kain hitam.
“Ini
dia kadonya buat revan. Tara..” geri menarik kain hitam itu hingga nampak
seluruh kado yang ada di tempat itu.
“Wow..”
ucap revan sedikit berbisik. Dia tidak pernah menyangka akan memiliki malam
seperti ini dalam hidupnya.
“Boleh
Gak gw buka kadonya langsung di sini aja? Gw gk bisa bawa pulang kado sebanyak
ini malam ini. Besok gw ambil lagi pake mobil.” Revan memberi usulan.
Teman-temannya mulai sibuk berbicara sendiri.
“Buka
sekarang aja sayang, dan lihat kado gw buat lo.” Ucap pria tak dikenal di luar
rumah geri. Ia tersenyum puas. Tertarik melihat wajah revan saat membuka kado
untuknya.
“OK.
Ini kan kado buat lo, terserah lo aja.” Jawab ira mewakili teman-temannya.
“Aa,,
Van, gw gk punya kado buat lo.” Ujar ariel terbata karena merasa bersalah.
Revan berbalik, ia menatap wajah kusut ariel saat ini. Lalu dia tersenyum.
“Lo gk
usah kasih kado ke gw. Tadi gw udah bikin lo gk sekolah, lo kira kenapa? Itu
kado buat gw.” Ujar revan sambil tertawa jail. Ia membuat yang lain ikut
menertawai ariel.
“Jadi
kalian tadi bolos barengan karena keluar berduaan. Dasar,, sejak kapan lo jadi
nakal, Riel? Hahahah..”
“Boleh
dong, klo lain kali kita ngajakin ariel bolos bareng. Hahaha..”
“Ariel
jadi nakal kayak revan yah?” renata kambuh. Ia kembali lelet seperti biasanya.
~ To Be Continued..~
Episode
Selanjutnya : I LOVE YOU REVAN! I LIKE YOU! I WANT YOU! I NEED YOU! DON’T HATE
ME! Sebuah boneka berdarah keluar dari salah satu kado untuk Revan. Semua orang
tercengang. Siapa yang memberikan kado seperti itu? Siapa laki-laki yang
menguntit mereka sebenarnya?
wah ceritanya bagus gan . Ane masih tunggu kelanjutan ceritanya gan . kapan nih di publish nextnya
ReplyDeleteTerima kasih. Sekarang nextnya sudah ada gan.. Terima kasih sudah menunggu. Supportnya juga thanks banget yah.. ;)
ReplyDelete