Love Season Episode 5


Cerita Gay Romantis dan Cerita Gay Sex di padukan ke dalam Cerita Gay Khusus Cowok yang berisi Cerita Gay Bergambar.


love season



Episode Sebelumnya : Ira masih merasa khawatir pada rencana mereka untuk memberikan surprise kepada Revan. Kekhawatirannya berawal dari ucapan Sinta bahwa rencana mereka akan gagal. Sementara itu Ariel dan Revan makan bersama di sebuah restoran milik orang tua Revan. Revan terperangkap oleh situasi romantis yang membuat Ariel mencurigainya.

Love Season Episode 5

“Kamu gk suka sama aku kan? Aku bukan cewek loh, Van.” Ariel terpaksa menanyakan hal itu kepada Revan. Meskipun terdengar seperti sedang bercanda, tapi ia benar-benar membutuhkan jawaban Revan untuk mengusir keresahannya sendiri. Sementara itu Revan hanya diam. Ia masih memikirkan tentang apa yang harus ia jawab.
“Van?” Ariel mengejutkan Revan yang sibuk melamun untuk menagih jawabannya.
“Hah?”
“Lo gk suka sama gw kan?” Ariel seperti takut klo dia benar.
“Ngomong apa sih lu?! Makan yuk! Laper nih.. lagian gw masih waras kali..” secepat kilat Revan menyanggah, namun tingkhanya yang aneh sangat menunjukkan isi hatinya yang sebenarnya. Beruntung karena Ariel juga tak ingin curiga.
Sementara itu Revan sendiri masih bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. Bagaimana isi hatinya yang sebenarnya dapat disebutkan? Apakah itu sebuah cinta, atau hanya persahabatan aneh yang teramat dalam? “Masa sih gw emang suka sama dia?” dahinya mengerut. “Gk. Gk mungkin,, Gw gk boleh..” teriak batinnya.
“Oh gitu?” mata Revan hampir keluar mendengar tanggapan Ariel yang tiba-tiba. Ia terkejut kalau Ariel bisa membaca pikirannya.
“Lu bisa baca pikiran gw?” teriak Revan terkejut. Ia merasa sangat malu dan takut ketahuan. Getaran tubuhnyapun tak dapat disembunyikan. Keringat mulai mengucur di dahinya. Sementara di hadapannya, Ariel yang semula bingung tiba-tiba tertawa. Revan menjadi semakin tegang dan takut. Jantungnya berdegup kencang. Ia tak mampu mengendalikan pikirannya. Tubuhnya seakan bukan miliknya lagi saat itu. Namun dia harus mampu sadar.
“Eh, kok.. lllu ketawa sih.. hh..?!” Meskipun ia berusaha membentak Ariel untuk diam, namun Ariel sama sekali tak menggubrisnya dan tertawa semakin keras.
“Iya, gw bisa baca pikiran lo.. Hahaha... Ternyata... Revan...”
“Stop! Jangan diterusin.” Tangan Revan membekap mulut Ariel.
“Isy,, apaan sih.!” Ariel memprotes perbuatan Revan setelah berhasil melepaskan bekapan Revan dari mulutnya. “Di sini kan Cuma ada kita berdua. Kenapa lo harus malu banget?” lanjutnya mengeluh.
“Jadi Lu...” kata-kata Revan terpotong oleh kesadarannya yang semakin memulih.
“Apa? Gw Apa?!” bentak Ariel memanasinya.
“Bego! Gw kira lu beneran bisa baca piikiran orang!”
“Eh, kenapa lo bentak gw? Yang Bego itu elo. Klo emang gw bisa baca pikiran orang, buat apa tadi gw nanya ke elo? Tapi kayaknya sekarang gw tau apa yang sebenarnya terjadi sama loe. Lo pasti suka sama seseorang terus mau ngajak dia ke sini. Karena itu lo mau latihan dulu sama gw. Karena Cuma gw yang gk bisa bikin lo malu. Aah.., Siapa ceweknya? A,,” tiba-tiba Ariel berhenti berbicara. Matanya membulat lagi. Pipinya memerah dan memanas. Di hadapannya, Revan menatapinya dengan sangat gemas. Dan tangannya mencubit pipi kemerahan milik Ariel.
“Ih,, Revan! Gw tuh bukan cewek!” lagi-lagi Ariel memprotes perlakuan Revan terhadapnya. Kali ini ia juga menggenggam tangan Revan seperti ingin meremukkan tulang di dalamnya.
“A.. Ah.. Sakit tau. Abisnya lu tuh menggemaskan banget. Ngerocos mulu. Bibir manyun-manyun kayak bebek. Lu itu kyak cewek.”
“Iih, Revann! Lo kenapa sih? Mau tau apa yang lebih gk enak dari tingkah lo barusan? Muka lo. Ihsy,, gk matching banget. Muka sangar gitu cocoknya di sangarin aja. Jangan dipake manyun-manyun gitu. Lo itu lahir dengan muka kasar, gk cocok jadi cowok imut. Ihyw,, geli liatnya..”
“A...”
“Revan! Udah deh Van! Please! Stop debatting with me! Gw udah laper banget nih Van. Dari tadi malam perut gw kosong. Lo mau gw sakit? Lagian lo juga laper kan? Debatnya besok lagi deh, yah?”
Melihat ekspresi Ariel yang lemas, apa boleh buat, Revan harus memaksakan amarahnya terredam. Lagipula tak terlalu salah jika Ariel berkata demikian. Toh, Revan memang selalu dingin. Tapi, memangnya tidak boleh ya kalau Revan mencoba terlihat manis dan hangat?

<Di Rumah Revan>
Ira dan Renata datang lebih awal ke rumah Revan. Berdasarkan plan B, mereka akan menggunakan alasan belajar bersama. Karena kelompok belajar telah dibagi, maka mereka perlu mengajak Revan untuk ikut belajar bersama di salah satu rumah anggota kelompok belajar yang telah disepakati. Rumah Geri.
“Permisi Pak!” Renata dan Ira menyalami seorang satpam yang tengah berjaga di depan rumah Revan.
“Ada apa Mbak? Oh, pasti mau nanyain mas Revan yah? Hahaah,, mas Revan ternyata punya banyak penggemar juga toh?”
“Maksud Bapak?” ucap Renata mulai menunjukkan wujud aslinya.
“Maksudnya itu, bapak ini ngirain klo kita penggemarnya Revan.” Seakan mengerti, Ira membantu pak satpam tersebut menjelaskannya kepada Renata.
“Tadi juga ada cewek cantik yang nyariin mas Revan. Tadi pagi juga ada anak-anak kecil yang nanyain mas Revan. Terus sekarang Mbak-Mbak ini. Nanti-nanti siapa lagi yah?” ceplos pak satpam bertubuh kurus itu. Beliau memang seorang satpam yang ahli bergosip.
“Dasar bapak-bapak ember.” Ira memaki di dalam hatinya. Tapi untunglah, karena mulut embernya, Ira bisa bertanya lebih banyak informasi lagi.
“Eh, hehe.. kita teman sekelasnya Pak. Mau ngajakin Revan belajar bareng. Revannya ada gk Pak? Tadi kok gk sekolah yah?”
“Gk sekolah? Tadi mas Revannya ke sekolah kok Mbak.” Pak satpam dan kedua siswi SMA itu  masing-masing dibuat bingung.
“Gk Pak. Tadi dia gk masuk kelas. Emang dia biilang apa Pak?” Ira mulai cerewet.
“Mas Revan gk bilang apa-apa Mbak. Tapi tadi dia pake seragam sekolah. Sekarang aja dia belum pulang. Cuma, tadi mas Revan memang agak aneh.”
“Aneh?” teriak Ira dan Renata bersama-sama. Rasa terkejut mereka menghasilkan suara yang mampu memekikkan telinga pak satpam.
“Aduh Mbaak,, bapak ini belum tuli Mbak..”
“Iyadeh Pak.. Aneh gimana maksudnya pak?” ucap Ira mengulangi.
“Iya ,Pak. Aneh gimana?” tambah Renata.
“Tadi mas Revan lewat ke arah jalan sana. Padahal biasanya ke arah jalan sana.” Terang pak satpam itu sambil menunjuk ke arah selatan dan utara yang jelas-jelas berlawanan. Namun ada yang lebih menarik di sana. Sinta sedang berjalan dan masuk ke rumah seseorang di arah selatan, arah Revan biasanya ke sekolah.
“Ada apa dengan utara?” itulah isi kepala dua gadis itu sekarang. “Sedang apa juga Sinta di sini?” itu pertanyaan terbesar keduanya...

~09.19~
<Di Rumah Geri>
“Hi,, Ra.. Hi Nat.. Kalian kok di luar?”
“Hi..” jawab Ira. “Hi Marissa!” tambah Renata.
“...Kita lagi jadi mata-mata. Lo masuk aja, di dalam yang lain lagi pada siap-siap tuh.” Lanjut Ira tersenyum. Namun senyuman itu palsu. Dan Renata menyadarinya.
“Ok, semangat yaah..” Marissa melanjutkan langkahnya.
“Ra, lo yakin?” ucap Renata agak pelan dan serius. Berharap Ira mengerti apa yang sedang ia tanyakan. Dan semoga Ira mau mempertimbangkan kembali resikonya.
“Gw yakin kok. Tenang yaah..” Ira tersenyum saat menjawab pertanyaan Renata. Meskipun hatinya sendiri khawatir, namun ia harus menenangkan Renata. Dan sepertinya, meskipun itu demi dia juga, Renata mau berhenti menunjukkan kekhawatirannya.
“Ra, kira-kira gimana? Plan B bisa berhasil ,kan? Lagian semuanya udah datang.” Tiba-tiba suara Geri muncul dari belakang Ira dan Renata yang sedang duduk di kursi taman Geri.
“Kata siapa semuanya sudah datang? Kalian udah jenguk Dylon?” Sinta tiba-tiba datang dari depan rumah dan membuat kaget tiga orang di depannya.
“u.u.uuddah..” Geri tergagap menyadari kesalahannya.
“Terus,, gw sama Doni udah dihitung?” Sinta menggigit giginya sambil menatap tajam teman-teman kelasnya itu. Geri gagap total. Suaranya tertahan di tenggorokannya.
“m.. ma,, m..”
“Ngapain lo ke sini?” Ira memotong ekspresi kegagapan Geri dengan menghadap Sinta. Mata mereka saling bertautan. Sinta mengangkat alisnya sebagai tanda kemenangannya.
“Lo mau larang gw datang ke acara teman gw?” Sinta bukanlah orang yang dapat dengan mudah dibuat diam. Ia berhasil memojokkan Ira. Berikutnya giliran Geri. “Lo juga Ger, jangan berlebihan deh. Meskipun ini rumah lo, bijak gk klo lo ngelarang gw datang ke acara teman gw..?” ucapnya mantap.
“Sorry ,Sin! Kita gk maksud gitu kok. Mendingan sekarang lo masuk aja gih. Kita mau ngomongin sesuatu di sini.” Cepat-cepat Geri meminta Sinta masuk ke rumahnya. Jika dibiarkan, acara ini tidak akan dimulai, apalagi berhasil selesai dengan mulus. Yang ada hanya jambak-jambakan.
“Ok!” Sinta menerobos masuk. “Ohya, Doni ada acara keluarga. Dia gk bisa datang. Tapi katanya klo dia tau Revan udah pulang, dia yang bakal bawa Revan kesini.” Sinta menambahkan di tengah langkahnya. Ira sedikit bingung dengan ucapan Sinta. Di hatinya ada sedikit rasa tidak percaya. Sementara gadis di sampingnya asik mengangguk-ngangguk. Dan Geri.. Ia masih dengan ketakutannya. Gemetar akan kesalahannya. Hatinya berteriak karena tak ingin menyakiti hati temannya. Cukup hanya pada saat-saat yang lalu saja kalau dia harus selalu sendirian tanpa teman yang mau mengandalkan dan mempercayainya. Ia hanya tak ingin ditinggalkan oleh teman-temannya lagi.
Saat Sinta telah menghilang dari pandangan mereka, Ira baru membuka mulutnya lagi. “Gimana caranya Doni bisa tahu klo Revan udah pulang atau belum? Dasar cewek aneh.” Gerutunya.
“Cp,, Ra..!” ucap Renata menegur Ira. Ira menatapnya sadis dan menantang seakan berkata ‘Lo mau bilang apa? Kasih gw penjelasan yang bisa bikin gw tutup mulut setelah lo mendecak ke gw.’
“Gw kan udah bilang jangan terlalu berlebihan. Negatif thinking itu bisa bawa negatif impact buat pemikirnya. Contohnya barusan lo udah hampir ngerusak tali pertemanan lo sama Sinta. Terus yang barusan lo sebutin itu hampir menghilangkan kedudukan Doni sebagai teman kelasnya Revan. Doni itu punya rumah di dekat rumahnya Revan. Lo ingat rumah yang tadi dimasukin sama Sinta? Itu rumahnya Doni.” Terang Renata panjang lebar mencoba memberi pengertian dan nasihat kepada sahabatnya.
“Hah..? Lo tau? Kenapa tadi lo gk bilang waktu di rumahnya Revan?” Ira semakin tak percaya pada apa yang tengah terjadi hari ini. Ia mengusap-usap wajahnya dengan tangannya dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Hehe,, sorry tadi gw lupa..”
“Balik lagi nih begonya. Aduh Nat, lo itu pinter apa bego sih? Gw masih bingung sama lo..” rintihan Ira menggema dalam ruang kepalanya yang ia huni sendirian itu.

~ To Be Continued..~
            Pre- Episode Selanjutnya : Ira meremas kuat handphone di tangannya. Berharap bahwa handphone itu adalah Ariel yang akan remuk di tangannya. Renata hanya bisa mengikuti jalan pikiran Ira yang sedang ia lihat saat ini. “Halo Revan? Darurat ,Van. Bantuin Gw Pliss..!” sahut Ariel panik di seberang telepon Revan. “Lo kenapa?” teriak Revan khawatir.

Update Love Season : Love Season Episode 8
Next : Love Season Episode 6

Subscribe to receive free email updates:

3 Responses to "Love Season Episode 5"

  1. Apa cuma saya yang baca ini?

    ReplyDelete
  2. bagus nih ceritanya, tetep lanjut yaa :)

    ReplyDelete
  3. Thanks bwt dukungannya.. Maaf yah karena mungkin susah lanjutinnya.. masalahnya hobi saya ini kurang termediasi :(

    ReplyDelete