Hari itu aku berjalan bersama dengan temanku. Namanya Deden. Anaknya kurus, mungil, berkulit putih pucat, rambut air yang lurus dan hitam, pokoknya dia itu tipe sempurna seharusnya. Tapi mungkin karena aku adalah salah satu sahabat baiknya, aku jadi tidak tertarik kepadanya. Nah, dia itu juga sama sepertiku.
Ceritanya berawal malam
itu. Aku dan temanku ini selalu sibuk keluar. Cari pejantan. Hihihi..
Seringkali kami berdebat seru-seruan di jalanan sambil ditatap-tatapi orang
karena mengomentari ketampanan orang lain. Tipe kami yang berbeda membuatnya
semakin seru saja. Terlebih karena kami menggunakan bahasa daerah saat
berkomentar. Yang kalau diartikan kira-kira akan seperti ini.
“Gimana klo yang itu?”
umpanku saat melihat seorang cowok ganteng berkulit putih dan bertubuh sedang. Tidak jauh dari tempat kami duduk. Aku memberi isyarat sedikit untuk
menunjukkan arah cowok yang aku maksud itu. Perlahan deden mulai memperhatikannya.
Aku lihat pupilnya membesar saat matanya menyipit. Hahaha,, batinku tertawa
sendiri.
“Ah,, biasa aja sih..
Gw tuh sukanya sama yang berbadan besar.” Ucapnya dengan nada yang benar-benar
tak bisa ku percaya. Dari mana dia punya kepercayaan diri sebesar itu. Humm,,
temanku ini benar-benar sudah berubah banyak. Sama seperti aku baginya.
Karena kami sudah lama
tak bertemu, akhirnya kami pun meneruskan untuk curhat. Bercerita dan
bergembira ria sepanjang jalanan. Yang mana kami lalui dengan berjalan kaki.
Kami benar-benar hanya berniat untuk mencuci mata.
“Dede, beli jus yuk. Gw
haus nih.” Ujarku saat melihat sebuah gerobak jus di pinggir jalan.
“Boleh, ayo.” Balasnya
santai. Akupun mempercepat langkahku ke sana. Kulihat ada seorang penjaganya.
Cowok. Udah biasa sih seharusnya. Tapi kok rasanya yang ini agak greget dikit
yah. Batinku.
“Misi, Mas!” sahutku.
Saat sampai di samping gerobaknya mas tukang jus. Ku lihat si mas masih sibuk
sama kerjaannya. Selain itu suara musik juga kedengarannya terlalu nyaring di
samping.
“Mas, mau beli jus.”
Sahutku lagi dengan suara yang aku tambahkan volumenya. Akhirnya si mas
menjawab juga.
“Iya, mas. Jus apa? Na
nana nana,, nana nanana…” Astaga, suaranya macho banget.. wajahnya juga
lumayan, enak dipandang. Turun ke bawah, perutnya, bajunya lumayan ketat, jadi
keliahatan klo dia gk buncit. Tanpa menghiraukan kata-katanya, aku menengok
kearah deden. Tapi deden malah salah sambung juga.
“Sebentar, gw pilih
dulu. Lo yang duluan.” Jawabnya merespon tatapanku. Ya elah,, nih anak.. Cp
cp..
“Rasa apa mas?” Tanya
si mas ganteng tukang jus itu lagi. Akupun mulai sibuk memilih-milih.
“Ada sirsak gak mas?”
tanyaku sekenanya.
“Duh, habis Mas.”
Jawabnya. Sekarang aku yang semakin mengaduh dalam hatiku. Nih orang suaranya
bikin pengen deh. Ehm..
“Yaudah, Mas. Apel
aja.” Lanjutku lagi.
“Ok,,” jawabnya lalu
lanjut bersenandung ria. Dia juga sedang senang sepertinya. Maka akupun ikut
bernyanyi. Kulihat Deden sedikit protes dengan tingkahku. Ia pasti malu
berjalan bersama orang gila sepertiku. Hihi..
“Saya juga deh mas.”
Akhirnya ia memutuskannya juga. Lalu kutanyakan padanya tentang si abang itu.
Dia bilang badannya masih kurang, jadi dia gk suka. Yaudah, berarti emang
untung di aku dong. :D
Selama menunggu jus nya
selesai di blender kami asik bergurau sama si mas nya, awalnya lumayan lucu
juga sih untuk diceritakan.
“Jus, Ais” ucap deden
ketika membaca kata “JUICE” yang tertulis di rombong mas tukang jus. Aku jadi
penasaran mendengarnya. Lalu aku ikut menengok apa yang dia baca. Yaelah..
Wakwakwak… aku pun tertawa keras sambil mengejeknya.
“Aduh, itu Jus,,
tulisannya emang Juice (baca juus’) Itu bahasa inggrisnya Jus. Ya elah,,
gk pernah belajar bahasa inggris apa yah.. Emang beneran gk tahu?”
“Ih,,” deden membalasku
dengan dengusan kesalnya, tapi perlahan ia mulai nyengir. “Hihihi,, iya. Aku gk
tahu. Hihi.. Gitu yah?” huwwwft… nih anak apa emang dasarnya bego atau
dibikin-bikin sih.. Padahal di kampung dia juara 1. Hadewh… :(
“Hehehe..” terdengar
satu suara kekehan lagi. Dan ternyata itu suaranya si Mas tukang Jus. Walah..
si mas kalau senyum, makin menarik deh.. :D
Haripun berlalu.
Siangnya aku sengaja menyempatkan diri membeli jus. Ketika sampai aku melihat
dia sedang agak galau gitu. Dan dia jadi lebih cepat responnya, mungkin karena
takut ketahuan lagi galau kali yah. Dia juga sempat nanyain kenapa aku
sendirian. Aku jawab seadanya aja. Lalu akupun menunggu sambil bertanya-tanya
kepadanya. Seputar basa-basi kenapa dia kelihatan galau, dll. Akhirnya yang
kutahu, dia bilang dia lagi mikirin adiknya, sama kehidupannya sendiri. Katanya
dia semalam habis mabuk terus, pas bangun adiknya lagi nangis. Aku tidak
diberitahu juga kenapa adiknya nangis. Dia gk bisa bilang.
Aku juga sudah dapat
namanya, aku memperkenalkan namaku dengan mudah dengan alasan kalau aku juga
suka jagain anak kecil. Aku memberikan nomorku kepadanya. Soalnya katanya kalau
dia kerja, adiknya mungkin akan kesepian. Apalagi pekerjaannya terbilang kasar.
Semua itu dia ceritakan dengan mudah karena aku memaksanya untuk bercerita. Hm,
entah kenapa dia mau-mau saja curhat padaku. Setelah bertukar kontak, kamipun
sering sekali chattingan. Curcol ini itu. Aku sering merayunya dengan memujinya
dan bilang kalau semua cewek pasti suka padanya.
Dia yang sok merendah
malah tidak suka aku puji. Katanya, gk mungkin. Selain itu, dia juga udah gk
cocok sama cewek. Walah..??
“Kenapa, mas?” tanyaku
masih dalam chattingan. Lama aku menunggu jawaban darinya. Karena ini sedang
malam, dan aku masih menjaga warnet, aku tidak punya kesempatan untuk
menghampirinya ke tempat jualannya.
“Balas dong, Mas!” pintaku. Ada rasa
penasaran di sana. Ada juga rasa senang. Semoga saja dia sama sepertiku.
Perlahan dia membalas.
“Kamu kayak gk tau aja.
Aku tahu kok, kamu suka sama aku.” Jeddar.. Nih orang pede amat yah. Dan pula
suka blak-blakan. Memang sih dia terlihat terbuka orangnya. Tapi apa bisa
secepat itu. Yasudah, aku paham. Lalu aku menjawab dengan pasrah bercampur
kesal.
“Terus?”
“Yah, terus aku juga
suka kok sama kamu. Kamu tahu kan kerjaan sampingan aku apaan?” balasnya lagi.
Astaga, coba aku ada didekatnya sekarang. Mau aku tampar tuh orang. Habis
ditampar, aku akan menarik wajahnya lalu menciumnya kembali. Seganas mungkin.
Lah iyah, aku merasa seperti anak kecil yang sedang dipermainkan olehnya.
Akhirnya aku memilih untuk diam sebentar.
“Kenapa? Kamu marah?
Maaf yah, aku mungkin bukan orang yang baik seperti yang kamu bayangkan selama
ini.” Balasnya lagi. Kali ini aku merasa kasihan kepadanya. Sepertinya dia
tulus menyukaiku. Ah, dasar aku memang mudah dirayu.
“Gk kok. Aku Cuma kesal
dikit. Mas kelihatan kayak lagi mainin aku. Itu aja. Dan kalau mas pikir mas itu orang yang gak baik, aku juga bukan orang baik kok, mas. Kita sama.” Dia
tidak membalas. Akhirnya aku mengiriminya pesan lagi. “Besok jadwal kerjaku
pindah ke jadwal pagi. Jadi aku pulangnya sore. Kita bisa ketemuan malamnya. Gimana?”
Aku sedikit harap-harap
cemas untuk jawabannya. Entah itu terlalu cepat atau dia memang menginginkannya
juga. Tapi,, “Maaf. Kalau besok, aku masih belum bisa. Soalnya aku udah di
booking. Malam minggu belum ada yang booking, jadi kita keluar malam minggu
yah.”
“Yaudah deh, kalau
begitu. Balasku. Sekarang mas, lagi ngapain?” balasku lagi.
“Aku abis nutup tempat
jus. Mau siap-siap ketemu klien.” Entah bagaimana mukanya saat ia menyebut kata
klien. Aku hanya kasihan padanya. Pasalnya, dia pernah bilang dia tidak suka
pada pekerjaan itu. Dia sering dipakai meskipun sering juga memakai. Jadi
kira-kira dia merasa kehilangan jati diri dan kejantanannya. Terlebih karena
alasan dari semua itu adalah uang. :(
“Oh yaudah. Hati-hati
di jalan yah. Besok aku mampir beli jus.”
“Ok.” Dan semua
selesai. Dia sudah pergi bertemu kliennya. Tempat yang bisa memberinya uang
untuk hidup adiknya kelak. Tempat yang kadang membuat dia harus mandi dua kali
lebih lama. Tempat yang kadang membawanya pulang dalam keadaan tak sadar.
Tempat yang sama seperti yang biasa aku lakukan ketika aku ingin membeli barang
mewah.
Hari esok akhirnya
tiba. Hari pertama aku pulang di sore hari. Rasanya nyaman dan nikmat sekali
rupanya. Menikmati hari yang indah, sambil mencuci mata. Aku menyempatkan diri
untuk sekedar mampir dan bergurau dengan mas Randi. Itu namanya. Hari ini dia
kelihatan sedikit lebih pucat.
“Mas, kamu kelihatan
pucat. Ntar malam, kamu keluar gak?” tanyaku sambil mengaduk-aduk jus di
tanganku. Ia menjawab tidak. Lalu aku mengangguk dan memintanya untuk istirahat
saja.
“Sebenarnya, aku pengen
banget keluar sama kamu nanti malam. Cuma yang booking aku itu pengennya Cuma
berdua, dan harganya pun besar.” Matanya semakin sayu dengan tambahan lingkaran
hitam disekitarnya.
“Kamu tuh harus
istirahat juga lah mas. Jangan paksain gitu ah. Aku tahu kamu kerja demi adik
kamu, tapi masa dia harus kehilangan satu-satunya orang yang tersisa di
hidupnya?”
“Udah terlanjur, sayang.”
Katanya pasrah.
“Ok lah.. Yang pasti
mas, jaga kesehatan yah. Dan jangan mabuk-mabukan.” Pintaku agak memaksa
kepadanya. “Baik permaisuri.” Jawabnya menghiburku. Aku hanya tersenyum kecut.
Saat pulang, aku mampir
dulu ke indomaret untuk membeli kondom. Sebagai persiapan malam mingguan nanti.
Aku sih berharap malam minggu bisa cepat datang. Dan akhirnya, harapanku
terkabulkan. Malam minggunya sudah datang.
“Gimana, mas? Udah
tutup jusnya?” tulisku dalam chat room kami. Dia belum membalas.
“Sayang, maaf yah. Kita
ketemuannya besok aja. Kamu gk kerja kan besoknya?” balasnya membuat aku merasa
kesal.
“Lho, kenapa? Mas gak
sakit kan?” Aku kecewa. Tapi aku juga khawatir dengan alasannya.
“Sini alamat
kos-kosanmu, besok aku langsung ke sana, yah.” Balasnya tak menjawab
pertanyaanku. Rasanya sangat kesal. Padahal aku sudah menunggu-nunggu hari ini
datang.
“Ya sudah. Ini
alamatku.” Jawabku mengirimkan alamat kos-kosanku. Ia lalu tak membalas. Aku
merasa sangat kesal kepadanya. Jujur saja, aku sudah menahan hasratku selama
seminggu ini hanya untuk menunggunya. Dan dia hanya bilang tidak bisa hari ini
dengan mudahnya? Apa-apaan?
Mending aku cari orang
lain saja. Maka bergegaslah aku mencari penggantinya. Aku ingat, akhir-akhir
ini aku bertemu dengan seorang anak manis di luar sana. Anak yang juga turut
menyita perhatianku selama seminggu ini. Kuajak dia ke kamarku, dan kamipun
bercumbu bersama. Sayangnya, karena masih imut, saat pertama kali ku hisap nya, ia sangat cepat keluar dan langsung tertidur pulas. Akupun mengerti
keadaannya. Dan aku sabar menunggunya sampai dia bangun kembali. Tapi,,
Tok,
tok, tok,,, Tiba-tiba seseorang mengetok pintu
kamarku.
“Siapa?” teriakku
menjawab. Cepat-cepat kurapikan kamarku dan kuselimuti adik manisku yang sedang
tertidur bugil itu.
“Pizza, mas.” Hah? Aku
kan gk mesan pizza. Kok ada pizza nyampe sini?
“Sebentar, pak.”
Teriakku lagi. Setelah yakin kamarku tidak akan mencurigakan si pak pengantar
pizza, akupun memakai bajuku dan membuka pintu sedikit. Cukup untuk menunjukkan
tubuhku saja.
“Surprise!! Aku kangen
banget sama kamu.”
“Uhmm.. Aku juga. Tapi kok kamu datang mendadak sih?” jawabku saat ia melepaskan ciuman singkatnya padaku. Tahu, lah. Ini kan kos-kosan. Dia gk bisa nyium lama-lama kalau pintunya masih kebuka. Tapi,,
Mendadak ia diam. Ia
memergoki adik manis yang sedang tidur di ranjangku itu. Aku pun langsung
gelagapan mencari alasan.
“Itu,, itu adikku.”
Ucapku gemetaran. Dia masih diam. Perlahan dia mengahampiri anak yang terbaring
membelakanginya itu. Tiba-tiba Fendi berbalik.
“Bukan, dia adikku. Dia
adikku, Ri. Dia Fendi adikku.” Teriaknya. Oh my God. Mereka saudara? Dia
adiknya yang katanya sangat dia sayangi itu? Dan Randi adalah kakaknya Fendi
yang katanya menganiayanya itu? Apa-apaan ini?
merit casino【VIP】lucky duck casino
ReplyDeleteslot machine jackpot 인카지노 slots online free online casino with big odds casino 메리트 카지노 bonus no deposit free spins slot machines online casino bonus jackpot slot 메리트카지노총판