Hari
ini hujan. Aku banjir pejuh di hatiku. Mataku berliur melihat pemandangan nan
aduhai ini. Uhm.. Cetakan yang menggiurkan. Batang jantan itu menggunung dengan
padat dan besar. Tubuh atletis yang dibentuk oleh latihan rutin. Aku seperti
menonton film dewasa kesukaanku. Tubuhnya tampak sangat menggoda dibalik
seragam putih sepak bola mereka yang kini basah menjiplak lekuk tubuhnya itu. Aku
mencintai batang kejantanan Rian sejak saat aku tanpa sengaja melihatnya asyik
kencing di toilet sekolah.
"Pip...
pip... piiiip..." peluit panjang menutup permainan mereka. Skor akhir 3-0
atas kemenangan tim sekolah kami. Dari jauh aku melihat senyum bangga terselip
di bibirnya. Dia memang striker hebat. Dia sangat pandai membuat goal seperti
goal yang selalu ia buat di hati para gadis dan homo seperti kami. Rian yang
cool dan batangnya yang besar adalah kombinasi favorit setiap gay dan bisex.
Begitulah yang aku tahu.
"Pendaftaran
Anggota Exkul Sepak Bola Telah Dibuka" aku berteriak ketika kesempatan
emas untuk mendekatinya datang.
Oh iya,
namaku Alvin. Aku siswa pindahan dari Jakarta. Ayah dan Ibuku sibuk bekerja.
Jarang saja mereka punya waktu untukku. Aku punya dua kakak, semuanya perempuan
dan ikut suaminya masing-masing. Aku tinggal kos di Jogja ini. Aku baru 2 bulan
pindah dan orang tuaku tidak tahu kabar itu. Lebih tepatnya, aku kabur dari
rumahku sejak 2 bulan yang lalu.
Singkat
cerita, hari pertama audisi klub sepakbola kami, peserta akan diuji satu
persatu mulai dari yang memilih posisi gawang sampai striker. Dan itu sukses
membuatku gugup. Rian nampaknya tak begitu antusias dengan audisi ini. Tapi aku
masih semangat, aku akan mendekatinya setelah jadi anggota team ini. Itu
pikirku. Tapi..
Abu
yah abu, air yah air. Itulah nyatanya. Ketika peluit ditiup, aku mencoba
menendang sebisaku tapi yang aku dapat hanya ejekan dan cemoohan. Namun itu tak
berarti apa-apa untukku. Aku hanya peduli pada tanggapan seseorang. Hanya
seorang Rian. Tapi diluar garis mampuku, aku tak bisa menghasilkan goal, malah
melenceng jauh.Tak ada yang dapat membuat Rian tertarik padaku. Ia masih sibuk
mengutak atik hpnya. Tak ada yang bisa membuatnya mengarahkan pandangannya
padaku. Dan akupun menyerah. Untuk pertama kalinya hatiku layu karena
diacuhkan.
"Rian,
ayo ajarkan teman baru kita ini cara menendang bola. Alvin jadi
keepernya." Perintah pak Toni muda pada kami. Aku dapat tugas baru, aku
gugup. Aku belum pernah main bola jadi keeper, biasanya aku jadi penonton.
Terlebih yang akan menendang adalah Rian. Seorang striker handal seluruh SMA.
"Kok
saya, Pak? lagian nendang bola aja gk bisa, mau jadi keeper?" protes Rian.
Kata-katanya memang kasar tapi aku tipe orang yang tahan banting. Kesempatan
dari pak Toni harus aku manfaatkan.
Meskipun
protes, melihatku yang serius dalam posisiku, Rian mulai mengambil posisinya.
Ketika pluit berbunyi kakinya bergerak acak, aku lihat dari jaraknya kaki Rian
yang akan menendang adalah yang kiri. Menurut arah dan kecepatan angin saat
itu, dipengaruhi kuat tendangan yang aku perkirakan dari kecepatan larinya serta
massa dan permukaan bola, aku yakin bola akan sampai pada 0,6 meter samping
kiriku pada detik kedua. Dan yap,, aku berhasil menghitungnya dengan tepat
sehingga tanganku sangat tepat berada disana. Namun sayangnya bola masih tetap
goal.
Aku
menjerit kesakitan mengibas tanganku berharap angin menyejukkannya. Air mataku
sedikit mencair di pelipis mataku. tendangan Rian kuat sekali. Saat ku buka
pelindung tanganku, tanganku sudah merah. Aku berpindah mata ke arahnya,
penasaran secuek apa dia. Ternyata dia sudah tak ada muka di sana. Entah karena
merasa bersalah atau tidak berperasaan barangkali. Aku menggigit bibirku. Lalu
teman-teman baru tim sepak bolaku yang tadi sempat menertawaiku memberiku
sebuah botol spray penenang syaraf dan itu bekerja.
"Selamat
Alvin kamu lulus sebagai keeper. Saya tahu kamu punya bakat." ucap pak Toni
menjabat tanganku. Aku gembira sekali mendengarnya. Lalu pujian-pujian mulai
membanjiri telingaku. Teman-teman baruku itu memujiku karena aku orang kedua
setelah seorang pak Toni yang dapat menebak arah tendangan Rian dengan baik.
Wahh, aku mulai menaruh pikiran tentang seberapa hebat guru muda itu.
Rian Behind The Rain - Cerita Gay Khusus Cowok |
Aku
masuk ke kelas dengan perban yang menarik perhatian warga kelas. Tapi tetap
saja, pemandangan sama terus aku dapat dari Rian. Ia masih mengutak atik hpnya.
Aku menggigit gigiku sendiri, aku berjalan mendekati bangkunya memasang wajah
kesalku. Aku berdiri di depannya lima menit sudah, tapi dia tak menghiraukanku.
“Hah,,
anak macam apa dia?” batinku. Teman-teman kelas memperhatikan tingkah kami satu
sama lain.
"Heh,
lo gk mau minta maaf?" tanyaku menarik kembali fokus teman-teman sekelas.
Ia mengangkat matanya, menatapku dengan sadis. Tapi aku tak anyak ragu. "Jawab!"
pintaku agak keras.
Rian
kemudian berdiri menatap lekat mataku dengan amarahnya.
"Buat
apa gw minta maaf? Harusnya gw bilang sama-sama udah bikin lo diterima di
klub." sanggahnya berlalu menabrak lenganku. Aku melihat pandangan bingung
dari teman-temanku. Aku kacau saat itu. Untungnya, tiba-tiba namaku dipanggil
melalui speaker sekolah. Akhirnya aku punya alasan untuk berpindah dari
tempatku berdiri.
"Olimpiade?"
ujar temanku terkejut saat aku kembali ke kelas saat jam pelajaran berlangsung.
guruku menanyakan keterangan keterlambatanku dan aku menjawab apa adanya. Tentu
saja yang aku harapkan adalah wajah terkejut Rian. Tapi itu seakan mustahil.
Dia sama sekali tak tertarik untuk melihatku. Dia justru asik mengalihkan
pandangannya ke jendela.
"Bu,
saya kan bakalan masuk Olimpiade, boleh gk saya minta ganti tempat duduk?"
tanyaku sambil menatap Rian yang masih acuh sedikit mempermainkannya.
"Loh
kenapa? Kamu mau duduk dimana?"
"Gak
konsen deket Dodit Bu." kataku menyalahkan seorang siswa terribut dan
terbodoh di kelas kami. "Boleh gak saya pindah ke bangku samping Rian? Soalnya
Rian anaknya tenang." ujarku tak memberi ruang bicara guruku itu.
"Boleh,
karena ibu adalah wali kelas, kamu ibu bolehkan." Hatiku bersorak menang.
Ku lihat ekspresi Rian tidak suka mendengarnya.
Aku
langsung duduk di sampingnya. Tak lupa memberi bisikan pengantar, "Kamu
kenapa sih?". Sebuah bisikan yang cukup mengganggu seharusnya. Namun, dia
masih diam saja. Membuatku merasa jengkel dan mengambil langkah ekstrim.
"Bu,
Rian kayaknya gk suka saya duduk disini, Bu." Ucapku memecah keheningan
kelas yang baru saja aku mulai.
Yaps,,
trikku sukses. Dia langsung melihat dan memandangku lekat-lekat meski dengan
tatapan sangat kesal. Akhirnya aku mendapatkan tatapannya lagi. Yess!!
"Apa
benar itu, Rian?" sahut bu guru menanyai Rian. Hatiku tertawa puas
mengejeknya.
"Gak
Bu. Alvin cuma salah paham." Uhhhhmmmm,,, Rian macho banget nyebutin nama
gue..
"Iyah
Bu, saya cuma gk ngerti dia diam kenapa." lanjutku menutup kasus. Sekarang
aku duduk berdua dengannya. Rian mulai merasa bosan nampaknya. Dia mulai tidur
di bangkunya. Aku terpaku melihat pemandangan aduhai di depan mata kepalaku
saat ini. Bibir seksinya agak terbuka, sangat sensasional membangunkan batangku.
Aku cepat-cepat membuka handphoneku dan mengambil gambarnya. Dann,, Yesss!! Dapat.
Senang sekali rasanya hari ini. Sorakku dalam hati dengan wajah yang tersenyum
lebar selebar-lebarnya.
Bel
pulang pun berbunyi. Rian berjalan cepat. Tapi aku terus mengejarnya.
"Hey,
tunggu dong!" teriakku mengejarnya. Tapi bukan Rian namanya kalau dia mau
mendengarkanku semudah itu. Brrmmm... Sebuah motor gede berhenti di depan kami.
Membuatku terkejut.
"Hy
Rian, Hy Alvin! Barengan yah?" ucapnya tersenyum lirih. Itu suara Pak
Toni. Dia mengendarai sebuah motor besar membuatku agak “Uhwow!” dan “Heeh?”.
Lagipula, ada apa dengan pertanyaan dan senyumannya itu? Bikin kesel aja.
"Gk.."
Rian menjawab dan berlalu bagai angin. Tak terasa kini tinggal aku dengan pak Toni
muda yang cukup sweet ini yang tersisa. Tapi aku cuma suka sama Rian....
"Gimana?
Mau pulang bareng Bapak aja? Bapak juga searah rumahmu kok." katanya
menawarkanku jasa. Aku tak tahu harus jawab apa, toh Rian sudah pergi jauh tak
terkejar. Jadi,, aku menurut saja.
Dan
di sinilah aku. Dibonceng pak Toni sweet menggunakan motor gedenya sambil
sedikit berulah. Ya, di jalan pak Toni sering banget ngerem mendadak, saat ku tanyakan
kenapa, pertama dia jawab ada tanjakan gk keliatan, kedua ada tikus lewat, tiga
salah nginjek, terus jawabannya yang terakhir emang motornya selalu kyak gini.
Huffttt,, dan aku mulai merasa curiga pada si sweet yang satu ini.
"Vin,
bapak gk mau di ajak masuk-masuk dulu nih?" katanya basa-basi setelah aku
turun dari motornya dan langsung berjalan ke rumahku.
"Heeeh,,
eng,, Ayo pak klo mau mampir dulu!" kataku salah tingkah. Aku sedang tidak
mood pada si sweet satu ini. Aku juga sedang tidak mood buat nerima tamu. Dan
lagi, aku tak pernah menerima tamu kecuali para homoseks di rumah kecil nenekku
ini.
Bodohnya,
si sweet ini lalu langsung memarkirkan motornya ke dalam garasi rumah ku. Nih
orang tua mau lama-lama kali ya di rumah gw? batinku mulai muak.
"Waah,,
rumahmu klasik sekali." ujarnya mengagumi rumah kecil nenek.
"Iyah
pak, ini rumah grandparents ku." jawabku seadanya.
"Klo
udah di rumah manggilnya mas aja kali." katanya lagi-lagi membuat aku
heran. Manis sih manis, tapi gw kan sukanya sama Rian, bukan dia.
"Oh
ya, kamu tinggal sendiri kan? Kapan-kapan boleh dong mas ke sini main-main
bareng kamu." Bareng kamu? Batinku lagi-lagi berkata iyyyuwh...
"Ah,,
klo itu aku gk janji pak, eh mas.. soalnya aku sering bolak balik ke rumah ortu
atau kakakku." balasku menghindar.
"Oh,,,
gitu?" ia nampak kecewa dan sedikit berpikir. Entah dia curiga aku bohong
atau dia ingin cari alasan lain biar bisa main lagi ke rumahku.
"Mas
mau sampe malam disini? Kebetulan aku lagi ada jadwal Bimbel hari ini. Jadi
kayaknya gk bisa nemanin mas." Aku mulai berusaha mengusirnya. Jujur aku
sedang ingin mengganggu Rian lewat pesan dan email homoseksku.. Tapi diluar
dugaan, ia malah bisa lebih lama lagi disini.
"Tenang
aja, kan yang ngajar bimbel kamu Mas Toni." katanya mengunci mulutku. Wah, aku
di skakmat.
"Oh,
yaudah klo gitu mas. Ntar kita barengan aja. Sekarang aku mau siap-siap."
kataku langsung masuk ke kamarku meninggalkannya sendiri di ruang tamu. Aku
membuka satu persatu pakaianku, lalu celanaku. Kini aku telanjang bulat. Tapi,
kenapa aku merasa seperti sedang diintip yah? Batinku bicara. Mungkin karena
keberadaan pak Toni. Pikirku lagi.
"Vin,
ambilin minum dong buat tamunya." suara pak Toni menyeruak dibalik pintu.
Tak sadar aku berbalik dan dia melihat seluruh tubuhku.
“Shitt,,
Fuck banget nih guru!” makiku dalam hati. Aku terbiasa bebas di rumah ini
karena aku hanya sendiri disini. Makanya aku tak menghiraukan keberadaanya dari
awal.
"Pak,
ketok-ketok dulu dong." bentakku. Ia mulai maju ke arahku.
"Ehh
jangan rese deh,, keluar sana. Mau ngapain lo?" teriakku tak suka melihat
tingkahnya. Dia menyeringai aneh ke arahku membuatku mau tak mau mulai tidak sopan
padanya.
"Teriak
aja, kamu gk punya tetangga. Rumahnya aja gak ada." ejeknya semakin mendekat.
Kini ia satu langkah di depanku.
Brakk..
“Rasain
tuh." kataku setelah puas meninjunya menggunakan pejal baja yang sering ku
pakai latihan dikamarku. Ia masih bersikeras meraihku.
"Mau
gw bunuh loe?" kataku mengancamnya dengan alat penyetrum yang sudah ku
sediakan untuk berjaga-jaga. "Gw anak orang kaya, bunuh satu orang kyak
loe gak apa-apa." timpalku lagi. Tentu saja itu bohong. Mana berani aku
membunuh orang. Tapi untungnya itu berhasil membuatnya melarikan diri.
LOVE IS NOT ALWAYS ABOUT HAPPINESS : BACA JUGA - LOVE SEASON
Esok
harinya di sekolah, aku dan mas Toni tetap menjaga sikap kami sebagai guru dan
siswa. Kami berinteraksi layaknya tak pernah terjadi apa-apa. Entah dari mana
sifat pemaaf dan sabarku datang. Namun yang pasti selain karena itu, aku tak
mau membuat masalah dengan mas Toni karena aku takut aku juga kena imbasnya.
Nanti jika diadakan penelitian, aku gak punya bukti kuat. Dan aku juga takut,
klo ditelusuri lebih lanjut malah rahasia seksualku juga ikut kebongkar. Maka haripun
berlalu seperti biasa.
Malam
harinya, karena bosan aku menulis surat untuk Rian. Aku mengungkapkan semua
perasaanku padanya dan akan kumasukkan ke dalam tasnya besok. Ketika aku
menulis surat itu aku mendengar suara seperti benda jatuh. Tapi ketika kulihat
ternyata aku lupa menutup jendela rumahku. Akupun menutupnya dan berbalik
menuju kamarku. Tiba-tiba aku melihat Toni dan satu orang temannya sedang mengacak
kamarku. Mereka berhasil menguasai pengamananku. Teman Toni segera maraihku dan
memelukku dari belakang. Dengan kasar dia menggosokkan batangnya ke pinggangku.
Aku berusaha meronta. Tapi pelukannya terlalu kuat karena ototnya besar. Kini
giliran Toni. Ia perlahan melangkah ke arahku. Posisi awalnya memang temannya
ada di pintu jadi dekat denganku, sedangkan Toni agak dalam. Ternyata ia
memergoki suratku. Kulihat ia memegangnya dan memamerkannya padaku.
"Ohoho,
jadi Rian rupanya yang mengalahkanku. Cinta di balik hujan? Hahaha"
ejeknya.
"Lepasin!
Dasar sialan. Rian emang ngalahin lo, bagai langit ama tau gk? TAI Lo..!!"
makiku membalasnya. Yess,, trikku berhasil, ia marah dan langkahnya dipercepat
ke arahku. Sekarang saatnya aku beraksi..
Saat
dia berada setengah meter di depanku, aku menggunakan kekuatan pelukan teman Toni
untuk bergantung dan langsung saja ku tendang dengan keras telurnya yang
menggantung itu.
“Uwwhh
pasti sakit deh. Hahahh..” ejekku tertawa. Temannya terkejut melihat aksiku, secepatnya
aku memanfaatkan kesempatan itu sebelum ia sadar pada gerakanku. Aku melemaskan
tubuhku agar dekapannya jadi longgar, dan akupun mengerahkan jurus beladiri
yang sering kulatih sendiri. Sekarang aku berhasil lolos dari mereka. Aku
berlari sekuat mungkin mencari bantuan. Aku berteriak maling, namun hingga
warga datang mereka sudah kabur.
Keesokan
harinya, saat proses belajar akan berakhir, aku berkata pada wali kelasku,
kebetulan hari itu jadwalnya.
"Bu,
saya minta maaf Bu. Saya tidak bisa ikut olimpiade lagi. Alasannya saya tidak
bisa memberitahukannya Bu." ucapku memelas.
Kali
ini aku sadar bahwa Rian menatapku.
"Loh,
kenapa Vin? Bukannya kamu sudah pernah menang ke tingkat nasional? Sayang loh
jika tidak dilanjutkan." kata bu guru membujukku.
"Maaf
bu tapi saya gk bisa. Oh ya, saya mau minta izin berlibur bu, sebulan. Saya
rindu pada orang tua saya di Singapur." kini air mataku telah mengalir
deras menyadari kenyataan bahwa aku hampir diperkosa dua laki-laki di rumahku
sendiri. Tiba-tiba aku merasa butuh sosok yang teduh. Aku ingin melihat orang
tuaku.
Sekolah
hari ini selesai dengan tanda-tangan Kepsek yang mengijinkanku untuk berlibur.
Ketika sore aku masih masuk klub sepakbola, tapi aku telat karena sempat
mikirin mau datang apa nggk. Saat aku melewati sebuah ruangan menuju lapangan,
aku mendengar suara Rian dan Toni. Dan sialnya Toni memberitahukan semuanya
pada Rian. Saat itu aku langsung pulang dan terbang ke Singapura. Selama
perjalanan aku tak berhenti memaki dan membenci Toni. Hidupku mulai sulit
karena dia. Kini, tidurpun terasa sangat sulit.
Sampailah
aku di Singapura. Hp, ipad, dan semua yang dapat menghubungkan aku dengan sekolahku
telah ku nonaktifkan. Tak akan ada masalah selama sebulan kedepan kata batinku
menguatkan diri. Mama juga telah menungguku.
"Mah,
kok tumben mama jemput?" tanyaku lirih tak percaya.
"Mama
denger kamu nangis di kelas. Maafin mama yah.." katanya tersenyum manis
meluluhkan hatiku. Aku langsung memeluk mama dan tenggelam dalam tangisku
dipelukannya. Mamapun memelukku erat sambil terus mengucap maaf. Hari indah ini
karena masalah yang dibuat Toni, batinku malah mulai mengucap terima kasih buat
si brengsek Toni. Berkatnya aku bisa berada di sini sekarang bersama ibuku.
Kehidupan
bahagia dan liburan yang sangat berartipun selama dua minggu aku jalani bersama
mama dan seminggu bersama keduanya pada minggu kedua. Masuk minggu ketiga, mama
dan papa gk bisa bersamaku karena hanya diberi cuti sebentar. Akhirnya aku
kembali kesepian. Aku mulai merasa rinduku pada Rian memuncak. Lalu tak tunggu
lama aku membuka teknologi canggih milikku. Aku menjalankan program hacking
untuk mencari komputernya dan memainkannya sesukaku. Aku memasang foto gay yang
sedang berhubungan di komputernya. Aku ternyata menghidupkan komputernya yang
mati. Lalu aku membuka webcamnya. Wooooooowwww.... Aku dapat suprise. Komputernya
ternyata ada di dalam kamarnya. Dan pemandangan yang aku lihat saat ini, Rian
sedang mengocok batangnya sambil menonton bokep dan ia tak mengenakan sehelai
benangpun ditubuhnya. Aku benar-benar kepanasan dibuatnya.
Cusss...
Tiba-tiba dia sadar kalau ada orang yang meretas komputernya. Siip aku matikan
komputerku dan langsung pesan tiket online. 23.30 aku sudah sampai. Aku
ke rumah Rian tengah malam. Aku yakin tadi Rian menonton film gay. Selain itu dari
daftar riwayat downloadnya pun aku menemukan segudang petunjuk sekaligus alasan
aku berada di sini. Di rumahnya. Kulihat masih ada satu kamar yang lampunya
belum mati.
"Teeet..."
bunyi pintu mengagetkanku. ternyata Rian. Dia sedang berbicara dengan seseorang
lewat telepon.
"Iya
mah, udah. Mama tenang aja. Mama sama papa senang yah di sana!" ucapnya
menutup telpon.
"Mamamu
cerewet yah?" sahutku pelan mengagetkannya. Kini aku sudah memeluknya
erat. Sangat erat. Takkan kubiarkan ia terlepas. Aku menggosokkan batangku ke
bongkahan pinggulnya yang aduhai. "Kamu suka, kan?" "Kamu
pengenkan manjain cowok kyak gini? Aku juga mau. Manjain aku aja. Mumpung gk ada
orang dirumah kamu. Di sini cuma ada kita berdua. Manjain aku sepuas kamu.
Sepuas kamu." Rayuku sambil terus merangsangnya.
Dan
itu nampaknya berhasil. Terbukti Rian mendengus kenikmatan. Dia melepas
tanganku dengan paksa. Rian mulai menciumku. Kami saling melumat dengan ganas
diselimuti nafsu birahi kami. Aku menjilati bibirnya dengan cepat dan slurp
slurp.. Kemudian berganti dengannya cepat dan ganas sekali. Kami saling mengulum
lidah selama beberapa menit. Tak sadar kami telah tak berbusana sama sekali
diatas kasur empuk Rian.
Aku
sedang berhadapan dengan batangnya. Kucium kepala batangnya, uhmm... uumm..
ehmm... hosshh.. akhhh... sssttcsshh... Desahan dan erangan kami beradu selaras
dengan gerak adu antara batangnya dan mulutku. Aku terus mengulumnya dan menghisapnya.
Aku memainkan buah, batang dan kepala batangnya secara bergantian dengan cepat
dan kuat... slrrrpp.. srrlp.. chop..chopp..akhh... Begitulah kira-kira bunyi
mulutku ditusuk batang besar Rian. Lalu aku melepaskan kulumanku di batangnya.
Aku kembali naik ke bibirnya, menikmati kembali bibirnya yang pendiam. Lalu
turun merayapi dada bidang dan putingnya yang kencang.
Uhhmmm..
ehhmm suara kami. Matanya merem melek. Nikmahhhtt... teriaknya tak sampai
didengar tetangga. Aku melepaskan lidahku dari puting kirinya. Lalu aku
mengambil posisi untuk ditusuk. Kulihat ia sigap menciumi lubangku. Akhh...
geli menjalar hebat saat dia menjilatnya. Setelah merasa cukup basah ia
bertanya. Apakah aku pernah ditusuk sebelumnya. Aku menjawabnya jujur. Aku
berkata agar dia tak perlu khawatir aku kesakitan. "Aku tahan kok."
pintaku. "Tapi pake yang palsu sayang." timpalku lagi. mendengar
jawabanku Rian tak bingung lagi. Blessssss... langsung nancap... okh..
uhmmm...ehh.. sshhh... aya sayang tusukin aku.. hmm.. lebih kerasan.. ukhh...
yesss.. Ok sayang.. aim fakhing yur hass. uhmm yeesss... osshh... shtttcs...
ehmm.. keluar masuk.. okh.. engg... ssscct... sctss... ah fak mi darling...
kataku memeluknya dan mengulum lidahnya. Okhhh... shhttss.. chopss.. chop..chop..sstts...
shh..uhhmm. Desisan, erangan, ciuman dan plok plok lubangku yang penuh dengan batang
memuaskannya mengiringi kami menuju puncak kenikmatan. shhhttssd... sayanggg...
uhhhmm.. ehhya.. ohh yes.. ohhmm noo.. faks.. fak on fast beb.. ohh ... shh..
hhst.. cc.. ayo.. uhmm.. enghh... ennn...a.. issttt.. hummm... aaa... kuuu..
maa... uuu
crooot
crooot
crrrooottt...
ccrrooott
ccrooot
crroot...
Crrrrooottt...
satu tembakan paling nikmat datang di akhir setelah badan kami sama-sama
mengginggil sama-sama keluar. Rian terkulai diatas tubuhku. Bibirnya masih
menempel di bibirku. Batangnya masih penuh di lubangku. Peluh kami menyatu. Ia
mencium keningku sebelum kami terlelap dan berjanji setia setiap malming di
rumah nenekku. Kami berdua tidur dalam posisi itu semalaman. Pagi minggunya
kami mandi bersama dan mengulanginya lebih lembut di dalam toilet.
hmmmmmm ok
ReplyDelete???
DeleteThanks Mas Fandi. Kalau ada yang kurang, gk usah dipendam Mas, yang penting ada supportnya, admin akan nambah usaha bikin cerita yang lebih bagus lagi.
DeleteMas Anonymous, :D Kenapa tanda tanya aja mas? Klo jelek yah bilang aja. Sekalian adminnya diajarin yah. Kan kalau tanda tanya gitu aja jadinya adminnya bingung juga. :)
halo fan, gw juga punya cerita berseri yang terbit tiap malam jumat http://kumpulancerpengay.blogspot.co.id/
DeleteCeritanya bagus tapi kepanjangan, ������
ReplyDeleteThanks Gan. Siap diterima. Hehehe :D
DeleteKUNJUNGI http://pejantan.xyz
ReplyDeleteBlognya tidak ditemukan gan. Gimana? Hehehe.. BTW, mungkin nanti kebijakan blog akan berubah. Tapi sekarang sih gak apa-apa kalau agan mau share alamat blog. BTW thanks for visit and read. :)
Deletehay guys,,,, cara mau nulis cerita seperti ini bagi mana iya caranya??? mohon info nya buat yg tau...
ReplyDeletethank,, salam manis dari saya DP :-)
halo bro gw juga punya cerita berseri nih terbit tiap malam jumat http://kumpulancerpengay.blogspot.co.id/
ReplyDeleteBagus lha...cuma bingung dengan bahasa gw loe..enakan make bahasa biasa..mudah mngerti..
ReplyDeletetp keren juga..salam kenal semua nyq di sini.
siapa tahu bisa saling chatt atau berteman sehati.
yuseppermata@gmail.com
Salam